Thursday, September 19, 2024

Dari Ide ke Bukti: Menyusun Karya Tulis Ilmiah yang Orisinal dan Ilmiah

Oleh: Syamsul Kurniawan

PAGI ini, seperti biasa, saya duduk di depan layar komputer yang penuh dengan file-file tugas mahasiswa, hasil unggahan dari Google Form. Di tangan kiri saya, secangkir kopi hitam pekat yang masih mengepul. Rasanya sedikit pahit, namun justru di situ letak kenikmatannya. Ada sesuatu yang hampir ritualistik dalam momen ini, ketika saya membuka satu per satu file, memeriksa setiap tulisan, dan mencoba menelusuri jejak-jejak pemikiran yang tertuang di dalamnya. Dalam pekerjaan ini, saya sering kali menemukan keasyikan tersendiri: bukan sekadar menilai hasil akhir, tetapi juga menikmati proses menyaksikan mahasiswa saya tumbuh dalam menulis, meski itu berarti saya harus sabar menghadapi kesalahan yang berulang.

Namun, ketika membuka tugas-tugas ini, saya mendapati bahwa banyak dari mereka belum memahami sepenuhnya apa itu karya tulis ilmiah. Portofolio tugas-tugas mereka, meskipun dalam format digital, tetap membawa masalah lama—kebiasaan copy-paste yang masih sering mendominasi. Di tengah arus informasi yang begitu mudah diakses, para mahasiswa ini tampaknya belum bisa lepas dari godaan untuk mengambil jalan pintas. Ini adalah sebuah tantangan besar. Karya tulis ilmiah harus asli, bermanfaat, ilmiah, konsisten, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dan tugas saya sebagai dosen adalah memastikan bahwa mereka memahami dan memenuhi semua syarat tersebut.

Asli (Original)

Hal pertama yang saya tekankan dalam setiap kesempatan adalah pentingnya keaslian. Menulis ilmiah bukan hanya soal menyalin informasi yang sudah ada, tetapi soal menghadirkan gagasan yang lahir dari proses berpikir kritis dan orisinal. Dalam Atomic Habits (2018), James Clear mengatakan bahwa perubahan besar dimulai dari kebiasaan kecil yang dilakukan secara konsisten. Begitu juga dengan menulis orisinal. Mungkin mereka belum terbiasa, mungkin mereka merasa takut salah, tapi mereka harus memulainya dari langkah kecil: menyuarakan pikiran mereka sendiri.

Kebiasaan copy-paste ini sebenarnya adalah bentuk ketakutan yang terselubung. Ketakutan bahwa pemikiran mereka mungkin tidak cukup baik, tidak cukup berbobot. Sebagai dosen, saya berusaha membangun kepercayaan diri mereka, menunjukkan bahwa setiap pemikiran, sejauh itu jujur dan lahir dari proses berpikir yang mandiri, memiliki nilai. Orisinalitas adalah jantung dari sebuah karya tulis ilmiah. Jika seorang mahasiswa tidak bisa menulis dengan pemikiran sendiri, maka ia kehilangan esensi dari proses belajar itu sendiri.

Bermanfaat (Useful)

Namun, keaslian saja tidak cukup. Sebuah tulisan harus memberikan manfaat. Saya selalu bertanya kepada mahasiswa, "Apa yang ingin kalian sampaikan dalam tulisan ini? Apa yang akan diperoleh pembaca dari karya kalian?" Ini sering kali menjadi pertanyaan yang membuat mereka terdiam sejenak, berpikir, mungkin untuk pertama kalinya dalam proses menulis mereka, tentang apa manfaat konkret dari apa yang mereka tulis.

Karya tulis ilmiah harus memberikan sumbangsih, walaupun kecil, terhadap pengetahuan. Mereka harus belajar menempatkan diri bukan hanya sebagai penulis, tetapi juga sebagai bagian dari komunitas akademik yang lebih besar, yang setiap ide dan gagasannya bisa membawa perubahan atau sekurang-kurangnya membuka pintu bagi diskusi baru. Ketika mahasiswa mulai menyadari pentingnya menulis yang bermanfaat, tulisan mereka mulai berubah, dari sekadar tugas yang harus diselesaikan menjadi sesuatu yang lebih berarti.

Ilmiah (Scientific)

Tentu saja, syarat lain yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa karya tulis ilmiah harus ilmiah. Ini berarti bahwa setiap argumen yang diajukan harus didukung oleh bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Menulis ilmiah bukanlah soal menulis opini pribadi, tetapi tentang bagaimana mengaitkan gagasan dengan data dan teori yang ada. Setiap kali saya membaca tulisan yang bertele-tele tanpa dasar, saya ingatkan kembali, bahwa ilmiah berarti berbicara berdasarkan fakta, bukan sekadar asumsi.

Banyak mahasiswa yang masih belum terbiasa dengan pendekatan ini. Mereka sering kali terjebak dalam narasi yang terlalu subjektif, tanpa memberikan bukti yang kuat. Di sinilah saya mencoba membantu mereka memahami bahwa sebuah argumen hanya akan sekuat data yang mendukungnya. Menulis ilmiah mengharuskan mereka untuk tidak hanya memahami topik yang dibahas, tetapi juga mampu menganalisis dan menyajikan data secara kritis.

Konsisten (Consistency)

Sambil menyeruput kopi yang sudah mulai mendingin, saya juga merenung tentang betapa pentingnya konsistensi dalam menulis. Sebuah tulisan yang baik harus konsisten dalam alur berpikir dan gaya penulisan. Banyak dari tugas mahasiswa yang sering kali kehilangan benang merah di tengah jalan. Mereka mulai dengan kuat, tetapi kemudian melemah karena tidak mampu menjaga fokus atau konsistensi argumen.

Saya sering kali mengingatkan mereka bahwa konsistensi adalah cerminan dari cara berpikir yang terstruktur. Menulis bukan hanya soal menyampaikan gagasan, tetapi juga soal menyampaikan gagasan itu secara runtut dan logis. Seperti yang ditekankan James Clear, kebiasaan kecil yang dilakukan secara konsisten akan membawa hasil yang signifikan. Dalam hal ini, kebiasaan menulis dengan alur yang jelas dan konsisten akan membantu mereka menghasilkan tulisan yang lebih baik.

Dapat Dipertanggungjawabkan (Responsibility)

Terakhir, dan mungkin yang paling krusial, adalah tanggung jawab. Setiap kata, kalimat, dan paragraf dalam karya tulis ilmiah harus dapat dipertanggungjawabkan. Ini adalah masalah integritas akademik. Di era digital ini, ketika informasi bisa dengan mudah diakses dan disalin, mahasiswa harus diajari bahwa tanggung jawab akademik tidak bisa diabaikan. Karya tulis yang dihasilkan harus mencerminkan kejujuran dan usaha mereka sendiri.

Saya sering kali merasa perlu mengingatkan mereka bahwa karya tulis bukanlah sekadar tugas yang harus diselesaikan, tetapi sebuah pernyataan tanggung jawab intelektual. Jika mereka tidak bisa bertanggung jawab atas apa yang mereka tulis, maka nilai dari tulisan itu pun hilang. Tanggung jawab ini mencakup segala aspek, mulai dari cara mereka mengutip sumber, hingga cara mereka menyusun argumen.

***

Melihat file-file tugas yang masih menumpuk di layar, saya tahu bahwa perjalanan ini masih panjang. Membangun pemahaman tentang orisinalitas, manfaat, ilmiah, konsistensi, dan tanggung jawab dalam menulis ilmiah bukanlah tugas yang mudah. Namun, di situlah saya menemukan kenikmatan. Seperti secangkir kopi yang pahit namun nikmat, proses ini mungkin tidak selalu mudah atau manis, tetapi di dalamnya ada kepuasan tersendiri.

Saya menikmati pekerjaan saya sebagai dosen, tidak hanya sebagai pengajar, tetapi sebagai teman perjalanan bagi mahasiswa dalam menemukan kemampuan mereka sendiri. Jika mereka bisa memahami syarat-syarat dasar ini, saya yakin, mereka akan mampu menulis tanpa rasa takut, tanpa terbebani oleh ketakutan bahwa tulisan mereka tidak cukup baik. Mereka akan belajar bahwa menulis adalah sebuah proses, sebuah perjalanan yang memerlukan kesabaran dan ketekunan. Dan ketika itu tercapai, secangkir kopi di pagi hari akan terasa lebih manis.***

No comments:

Masa Depan Dialog Antar-Agama di Indonesia

Oleh: Syamsul Kurniawan (Instruktur dan Fasilitator Nasional Moderasi Beragama) " Tidak ada perdamaian antarbangsa, tanpa perdamaian an...