Oleh: Syamsul Kurniawan
Dari rahim perguruan tinggi keagamaan Islam
(PTKI), semestinya lahir para juru dakwah yang tak sekadar mampu menyampaikan
pesan moderasi beragama, tetapi juga menghayati dan mengamalkannya dalam
keseharian mereka. Bukan hanya dakwah dengan kata-kata, tetapi lebih penting
lagi, dakwah dengan tindakan nyata. Harapan ini seyogianya menjadi perhatian
serius bagi pengelola PTKI.
Pada masa Nabi Muhammad Saw, model dakwah
semacam ini bukan hanya sebuah teori yang dipelajari di ruang kelas. Ia adalah
kenyataan yang hidup dalam setiap langkah sang Nabi. Nabi Saw tak hanya
berbicara tentang kasih sayang dan toleransi, tetapi mencontohkannya dengan
tindakan yang penuh makna. Dalam sebuah hadits, diriwayatkan bahwa Nabi
mengizinkan Asma binti Abi Bakar untuk berbuat baik kepada ibunya yang belum
memeluk Islam. Nabi Saw mengajarkan bahwa moderasi beragama bukan hanya wacana,
tetapi sikap yang tercermin dalam tindakan nyata, bahkan dalam konteks keluarga
dengan latar belakang agama yang berbeda.
Contoh lain adalah bagaimana Nabi Muhammad
Saw memperlakukan seorang pengemis tunanetra yang kerap mencaci-makinya di
sudut Pasar Madinah. Meski pengemis itu menghina Nabi, bahkan menuduhnya
sebagai tukang sihir, Nabi tak pernah menunjukkan rasa benci. Beliau justru
setiap pagi datang dengan senyum, menyuapkan makanan kepada pengemis itu tanpa
pengemis tersebut tahu siapa orang yang selama ini memberinya makan. Kisah ini
tidak berakhir di sana; ketika Nabi wafat, pengemis itu merasakan kehilangan
yang mendalam, hingga akhirnya ia mengetahui siapa sosok yang selama ini begitu
mulia memperlakukannya. Dengan penuh penyesalan, pengemis tersebut akhirnya
memeluk Islam.
Dari kisah-kisah ini, kita belajar bahwa
dakwah bil hal—dakwah dengan perbuatan—memiliki kekuatan yang luar biasa. Lebih
dari sekadar menyampaikan pesan, perbuatan nyata yang mencerminkan nilai-nilai
Islam bisa meresap jauh ke dalam hati dan mengubah pandangan seseorang.
Dalam konteks sekarang, dakwah yang
mengakar pada aksi nyata sangat relevan. Perguruan tinggi Islam memiliki
tanggung jawab besar untuk tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga
menanamkan nilai-nilai moderasi yang bisa dihidupi dan dipraktikkan oleh para
mahasiswanya. Model dakwah ini bukan sekadar retorika, tetapi tindakan konkret
seperti membangun lembaga pendidikan Islam yang inklusif dan dapat diakses oleh
semua kalangan, baik Muslim maupun non-Muslim. Dengan cara inilah, Islam bisa
benar-benar diterima di tengah masyarakat yang plural.
Oleh karena itu, PTKI, harus memastikan
bahwa materi kuliah yang diberikan tidak hanya mencetak profesionalisme-profesionalisme
yang mampu bekerja, tetapi juga juru dakwah yang mampu membawa nilai-nilai
moderasi ke dalam tindakan nyata. Mata kuliah seperti khitabah yang ditawarkan
di semester akhir, misalnya, sangat relevan dalam membentuk profil lulusan yang
siap berdakwah dengan lisan maupun perbuatan.
Esai ini menyoroti pentingnya peran PTKI
dalam mencetak juru dakwah yang tidak hanya mahir berbicara, tetapi juga mampu
menghidupkan pesan-pesan agama dalam tindakan nyata.
Mengintegrasikan Misi Dakwah dalam
Pendidikan Tinggi
Dengan bekal kurikulum yang menyeluruh dan
komprehensif, PTKI diharapkan mampu melahirkan alumni yang memiliki kesadaran
mendalam akan pentingnya dakwah, baik melalui lisan maupun tindakan nyata.
Seiring dengan perkembangan zaman, misi dakwah tidak lagi dapat dipisahkan dari
misi pendidikan Islam itu sendiri. Dalam konteks ini, dakwah bukan sekadar
tugas yang diemban oleh mereka yang secara khusus terjun dalam profesi dakwah,
seperti lulusan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah, melainkan juga oleh lulusan-lulusan
dari pogram studi dari fakultas yang lain.
Pembekalan yang diterima mahasiswa di PTKI
sepanjang perkuliahan mereka, tidak hanya harus mencakup kemampuan berbicara
atau menyampaikan ajaran Islam secara verbal, tetapi juga bagaimana
mengimplementasikan ajaran tersebut dalam kehidupan nyata. Pengajaran yang
mereka terima harus mendorong mereka untuk menjadi agen perubahan di tengah
masyarakat, dengan dakwah bil hal sebagai salah satu instrumen utamanya.
Dalam dakwah bil hal, pendekatan yang lebih
dekat dengan pengembangan masyarakat dan solusi nyata atas permasalahan sosial
menjadi sangat penting. Di sini, dakwah tidak hanya berbicara mengenai aspek
spiritual semata, tetapi juga bagaimana nilai-nilai Islam diterapkan dalam
konteks kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Ini adalah dakwah yang mengakar
di masyarakat, yang berusaha menjawab tantangan zaman dengan tindakan nyata
yang selaras dengan ajaran Islam.
Para alumni PTKI, dengan demikian,
dipersiapkan untuk menjadi pemimpin yang tidak hanya pandai berbicara, tetapi
juga mampu memberikan contoh melalui tindakan. Mereka diharapkan menjadi sosok
yang dapat menyatukan kata dengan perbuatan, mengajarkan Islam tidak hanya melalui
khutbah, tetapi juga melalui tindakan nyata yang membawa manfaat langsung bagi
masyarakat. Dalam hal ini, dakwah bil hal menjadi jembatan yang menghubungkan
ajaran agama dengan realitas kehidupan sehari-hari.
Pengajaran dalam pendidikan tinggi di PTKI
juga harus mencakup keterampilan analisis sosial, kemampuan untuk memahami
konteks masyarakat di mana mereka akan berdakwah. Dengan pemahaman ini, dakwah
bil hal dapat diarahkan pada pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat,
seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan masalah sosial lainnya. Ini bukan
sekadar pendekatan spiritual, tetapi juga pendekatan praktis yang bertujuan
untuk menciptakan perubahan positif di masyarakat.
Selain itu, dakwah bil hal juga menekankan
pentingnya gerakan kolektif. Dakwah bukan hanya tugas individu, tetapi juga
tugas bersama yang melibatkan komunitas. Oleh karena itu, PTKI perlu membekali
mahasiswa dengan kemampuan bekerja dalam tim, memimpin gerakan sosial, dan
mengorganisir masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan dakwah yang lebih luas.
Dalam konteks pendidikan tinggi, dakwah bil
hal adalah manifestasi dari kesadaran keagamaan yang dalam. Ini adalah bentuk
dakwah yang menuntut integritas, komitmen, dan tanggung jawab sosial yang
tinggi. Alumni PTKI diharapkan tidak hanya menjadi pendakwah yang mampu
mengajar di ruang kelas, tetapi juga pemimpin yang mampu membawa perubahan
nyata di tengah masyarakat. Mereka harus menjadi teladan, menunjukkan bahwa
Islam adalah agama yang relevan dengan semua aspek kehidupan, dari yang
spiritual hingga yang sosial.
Dengan demikian, PTKI memiliki peran
penting dalam melahirkan alumni yang tidak hanya siap mengajar, tetapi juga
siap berdakwah dalam arti yang sesungguhnya—mengajak dengan kata-kata dan
menuntun dengan perbuatan. Ini adalah dakwah yang komprehensif, yang tidak
membatasi diri pada satu bentuk saja, tetapi mengintegrasikan seluruh potensi
dakwah dalam setiap aspek kehidupan. Maka dari itu, alumni PTKI, dengan segala
pembekalan yang mereka terima, siap untuk menjalankan misi dakwah yang rahmatan
lil 'alamin, memberikan manfaat bagi seluruh umat manusia.
Ruang Lingkup Dakwah Bil Hal:
Mengintegrasikan Konsep dan Praktik dalam Kehidupan Masyarakat
Dalam perspektif Islam, seluruh ajaran dan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya bertujuan untuk menciptakan rahmatan
lil’alamin—rahmat bagi seluruh alam. Ini berarti bahwa Islam hadir untuk
membawa keselamatan dan kebahagiaan, baik secara material maupun spiritual,
kepada umat manusia dan alam semesta. Keselamatan dan kebahagiaan material
terwujud dalam bentuk kecukupan sandang, pangan, dan papan, sedangkan
kebahagiaan spiritual hadir melalui ketenangan batin dan kebebasan untuk
melaksanakan ibadah.
Maka dari itu, pendidikan tinggi di PTKI
tidak hanya bertujuan untuk pengembangan diri individu, tetapi juga untuk
mempersiapkan mereka dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan yang nyata.
Salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam pendidikan Islam adalah
dakwah bil hal—dakwah dengan tindakan nyata yang dapat memberikan dampak
langsung kepada masyarakat. Dakwah bil hal berfungsi sebagai jembatan yang
menghubungkan nilai-nilai Islam dengan kebutuhan konkret umat, terutama dalam
menghadapi masalah kesejahteraan dan kesenjangan sosial.
Ruang lingkup dakwah bil hal jelas sangat
luas dan mencakup berbagai upaya pengembangan kehidupan dan penghidupan
masyarakat, yang semuanya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih
baik sesuai dengan tuntutan ajaran Islam. Bentuk-bentuk kegiatan dakwah bil hal
meliputi:
· Penyelenggaraan
Pendidikan: Pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan
pengetahuan, tetapi juga sebagai sarana untuk membentuk karakter dan
mengembangkan potensi individu agar mereka dapat berkontribusi secara positif
bagi masyarakat.
· Kegiatan
Koperasi: Dalam konteks dakwah bil hal, koperasi menjadi instrumen penting
untuk memberdayakan ekonomi umat. Dengan menggerakkan semangat gotong-royong,
koperasi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui distribusi ekonomi
yang adil.
· Kegiatan
Transmigrasi: Transmigrasi dapat dipandang sebagai salah satu bentuk dakwah bil
hal yang bertujuan untuk pemerataan penduduk dan sumber daya, sehingga
menciptakan keseimbangan dalam pembangunan nasional.
· Penyelenggaraan
Kesehatan Masyarakat: Mendirikan rumah sakit, poliklinik, dan balai pengobatan
adalah wujud nyata dari upaya dakwah yang berfokus pada kesehatan masyarakat.
Islam mengajarkan bahwa menjaga kesehatan adalah bagian dari menjaga amanah
yang diberikan Allah SWT kepada manusia.
· Peningkatan
Gizi Masyarakat: Gizi yang baik adalah fondasi penting bagi kesehatan fisik dan
mental. Upaya peningkatan gizi merupakan bagian dari dakwah bil hal yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup umat Islam.
· Penyelenggaraan
Panti Asuhan: Merawat anak-anak yatim adalah salah satu perintah yang sangat
ditekankan dalam Islam. Dengan mendirikan dan mengelola panti asuhan, dakwah
bil hal turut andil dalam menciptakan generasi yang berdaya dan berkualitas.
· Penciptaan
Lapangan Kerja: Salah satu masalah terbesar dalam masyarakat adalah
pengangguran. Dakwah bil hal yang berfokus pada penciptaan lapangan kerja
membantu mengatasi masalah ini dan mendorong stabilitas ekonomi umat.
· Peningkatan
Media Cetak, Informasi, dan Seni Budaya: Media dan budaya memiliki peran
penting dalam membentuk pola pikir dan sikap masyarakat. Dakwah bil hal yang
mengoptimalkan media dan budaya dapat menjadi sarana efektif untuk menyebarkan
nilai-nilai Islam secara luas.
· Menggalakkan
Pembayaran Zakat Melalui ZIS/BAZIS: Zakat adalah salah satu pilar Islam yang
berfungsi sebagai alat redistribusi kekayaan. Melalui pengelolaan zakat yang
baik, dakwah bil hal dapat membantu mengurangi kesenjangan sosial dan memajukan
kesejahteraan umat.
Pelaksanaan dakwah bil hal tidak bisa
dilakukan secara sembarangan atau parsial. Diperlukan keterpaduan dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program dakwah bil hal agar dapat
mencapai hasil yang optimal. Ini berarti bahwa dakwah bil hal harus melibatkan
berbagai tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu dan bidang pengetahuan.
Keterlibatan para ahli ini penting untuk memastikan bahwa dakwah bil hal
dilaksanakan dengan pendekatan yang konsepsional sekaligus praktis, sehingga
tidak terjadi perbenturan antara dakwah bil lisan dan dakwah bil hal.
Totalitas dalam pelaksanaan dakwah bil hal
juga menuntut adanya pemahaman yang mendalam tentang kondisi masyarakat dan
tantangan yang dihadapinya. Dengan demikian, dakwah bil hal dapat dirancang dan
dilaksanakan dengan strategi yang efektif, sesuai dengan kebutuhan dan konteks
lokal.
Penting untuk dicatat bahwa dakwah bil
lisan dan dakwah bil hal bukanlah dua hal yang terpisah, melainkan dua sisi
dari mata uang yang sama. Keduanya harus berjalan beriringan untuk mencapai
misi dakwah yang lebih luas dan mendalam. Dakwah bil lisan memberikan kesadaran
awal dan pengetahuan tentang Islam, sedangkan dakwah bil hal menerjemahkan
pengetahuan tersebut ke dalam tindakan nyata yang bermanfaat bagi masyarakat.
Dengan memperhatikan ruang lingkup dan
pentingnya dakwah bil hal, kita menyadari bahwa misi dakwah adalah misi yang
komprehensif, yang tidak hanya menekankan pada aspek spiritual tetapi juga pada
aspek sosial, ekonomi, dan budaya. Oleh karena itu, Prodi PAI dan lembaga
pendidikan Islam lainnya memiliki tanggung jawab besar untuk membekali para
mahasiswa dengan pemahaman yang mendalam dan keterampilan praktis dalam dakwah
bil hal, sehingga mereka dapat menjadi agen perubahan yang membawa manfaat bagi
seluruh umat manusia.
Pengembangan Dakwah Bil Hal dalam Konteks
Modern
Seiring dengan perkembangan zaman, dakwah
bil hal harus terus berkembang dan beradaptasi dengan konteks modern.
Tantangan-tantangan baru yang muncul dalam masyarakat global yang semakin
kompleks menuntut pendekatan dakwah yang lebih inovatif dan relevan. Dakwah bil
hal tidak lagi hanya tentang upaya fisik dan sosial yang langsung terlihat,
tetapi juga tentang bagaimana ajaran Islam dapat merespons isu-isu kontemporer
seperti teknologi, lingkungan, keadilan sosial, dan ekonomi digital.
1. Pengembangan Teknologi dan Media Sosial
sebagai Sarana Dakwah
Di era digital, media sosial dan teknologi
informasi menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dalam
konteks dakwah bil hal, teknologi ini dapat digunakan sebagai alat yang efektif
untuk menyebarkan nilai-nilai Islam dan mempengaruhi perubahan sosial yang
positif. Platform seperti media sosial, blog, dan video streaming memungkinkan
pesan-pesan dakwah untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan beragam.
Namun, penggunaan teknologi ini juga
memerlukan pemahaman yang baik tentang etika dan tanggung jawab. Dakwah bil hal
melalui media sosial harus didasarkan pada prinsip-prinsip Islam yang mendorong
kebaikan, menghindari fitnah, dan mempromosikan perdamaian. Selain itu, para
pendakwah juga perlu menguasai teknik komunikasi digital yang efektif, sehingga
pesan yang disampaikan tidak hanya menarik tetapi juga mendalam dan bermakna.
2. Dakwah Bil Hal dalam Konteks Pelestarian
Lingkungan
Isu lingkungan menjadi salah satu tantangan
global terbesar saat ini. Islam, sebagai agama yang menekankan pentingnya
menjaga keseimbangan alam, memberikan panduan yang jelas tentang tanggung jawab
manusia terhadap bumi. Dalam dakwah bil hal, ini berarti mendorong
tindakan-tindakan yang mendukung pelestarian lingkungan, seperti kampanye
pengurangan sampah, penghijauan, dan penggunaan energi terbarukan.
Pendidikan tinggi dapat berperan dalam
menanamkan kesadaran lingkungan ini sejak dini. Di PTKI, dapat memasukkan
kurikulum yang mengajarkan pentingnya pelestarian lingkungan sebagai bagian
dari ibadah dan tanggung jawab moral seorang Muslim. Dengan demikian, lulusan PTKI
tidak hanya paham secara teologis, tetapi juga siap berkontribusi dalam gerakan
lingkungan yang berbasis nilai-nilai Islam.
3. Dakwah Bil Hal dalam Keadilan Sosial dan
Pemberdayaan Ekonomi
Keadilan sosial merupakan salah satu pilar
penting dalam Islam. Dakwah bil hal dalam konteks ini berfokus pada upaya
pemberdayaan masyarakat miskin dan marginal, serta menentang segala bentuk
ketidakadilan dan diskriminasi. Ini bisa diwujudkan melalui program-program
pemberdayaan ekonomi yang berbasis komunitas, seperti pelatihan keterampilan,
pemberian modal usaha, dan pengembangan koperasi syariah.
Dalam pendidikan tinggi di PTKI, konsep
keadilan sosial harus diajarkan sebagai bagian integral dari ajaran agama,
sehingga para mahasiswa memahami bahwa tugas mereka sebagai pendakwah bukan
hanya menyampaikan pesan moral, tetapi juga bertindak untuk mengurangi
ketimpangan sosial di tengah masyarakat. Ini juga melibatkan upaya untuk
mempromosikan ekonomi yang adil dan berkelanjutan, sesuai dengan
prinsip-prinsip ekonomi Islam.
4. Dakwah Bil Hal melalui Pengembangan
Kesehatan Masyarakat
Dalam Islam, menjaga kesehatan adalah
bagian dari tanggung jawab terhadap diri sendiri dan komunitas. Dakwah bil hal
dalam konteks kesehatan masyarakat dapat meliputi upaya-upaya seperti edukasi
kesehatan, penyelenggaraan klinik gratis, kampanye kebersihan, dan program
pemberantasan penyakit. Di tengah pandemi global dan tantangan kesehatan
lainnya, peran dakwah bil hal menjadi semakin krusial.
PTKI sebagai institusi pendidikan tinggi
dapat berperan dalam mencetak tenaga kesehatan yang tidak hanya kompeten secara
medis, tetapi juga memiliki pemahaman yang kuat tentang nilai-nilai Islam dalam
pelayanan kesehatan. Ini termasuk mempromosikan pentingnya menjaga keseimbangan
antara kesehatan fisik, mental, dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari.
5. Dakwah Bil Hal dan Pendidikan Inklusif
Islam mengajarkan bahwa setiap manusia,
tanpa memandang latar belakangnya, berhak atas pendidikan. Dakwah bil hal harus
mencakup upaya untuk menyediakan akses pendidikan yang inklusif dan merata bagi
semua kalangan, termasuk mereka yang terpinggirkan atau memiliki kebutuhan
khusus. Ini bisa diwujudkan melalui program beasiswa, pendirian sekolah-sekolah
Islam yang inklusif, dan pelatihan bagi guru-guru untuk menangani siswa dengan
berbagai latar belakang.
Dalam hal ini, PTKI dapat berperan dengan
menyiapkan calon-calon pendidik yang memiliki kepekaan terhadap isu-isu
inklusivitas dan berkomitmen untuk memberikan pendidikan yang adil dan merata.
Dengan demikian, dakwah bil hal juga menjadi sarana untuk memperjuangkan
hak-hak pendidikan bagi semua individu, sesuai dengan ajaran Islam yang
menghargai setiap jiwa.
Menghadapi tantangan dunia modern, dakwah
bil hal harus terus beradaptasi dan berkembang. Pendidikan tinggi di PTKI
memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa para lulusannya tidak
hanya pandai dalam dakwah bil lisan tetapi juga mampu mengimplementasikan
dakwah bil hal dengan cara yang relevan dan efektif.
Dengan
mengintegrasikan pendekatan konseptual dan praktis, dakwah bil hal dapat
menjadi kekuatan yang membawa perubahan nyata dalam masyarakat. Ini adalah
dakwah yang tidak hanya mengajarkan, tetapi juga bertindak; tidak hanya
berbicara, tetapi juga melibatkan diri dalam solusi nyata bagi masalah-masalah
yang dihadapi umat. Dakwah bil hal, dengan segala kompleksitasnya, menjadi
kunci untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, sejahtera, dan damai, serta
menjadi manifestasi dari Islam sebagai rahmatan lil’alamin.***