Liputan

Buku "Berdamai dengan Perubahan" Sukses Dibedah Direktur Riset Charta Politika dan Wakil Rektor IAIN Pontianak 

Belum lama ini, NU Khatulistiwa menyelenggarakan sebuah diskusi online dalam rangka bedah buku “Berdamai dengan Perubahan” yang ditulis oleh Syamsul Kurniawan yang merupakan Direktur Eksekutif dari Ayunindya. Buku ini dibedah oleh Muslimin sebagai Direktur Riset Charta Politika, Dr. Abdul Mukti Rouf yang saat ini menjabat sebagai Wakil Rektor IAIN Pontianak, dan dipandu oleh Dr (Cand.) Nur Hamzah yang merupakan awardee Perogram Beasiswa 5000 Doktor Kementerian Agama.  

Dalam diskusi online yang diadakan pada tanggal 15 Juli 2020, Syamsul Kurniawan sebagai penulis menyampaikan apresiasi pada pembedah dan antusias peserta yang hadir. Menurutnya, kebijakan-kebijakan yang diambil oleh negara dalam penanganan kasus covid-19 di Indonesia senyatanya telah menyebabkan terjadinya perubahan sosial yang signifikan di tengah-tengah masyarakat, dan ini penting dibahas.

Perubahan sosial yang tengah terjadi pada hari ini menurut Kurniawan tentu bukan semata karena faktor paksaan dari pihak luar, seperti kebijakan Negara yang harus ditaati. Perubahan sosial terjadi juga semestinya dikarenakan sebab-sebab internal, yaitu dorongan dari diri sendiri atau penyesuaian diri dari masing-masing kita; sebagai anggota masyarakat. Dan menurut Kurniawan, di tengah pandemi ini, kita sedang ditantang untuk mampu menyesuaikan diri; menjadi bisa dan terbiasa. Tidak hanya soal bagaimana kita berkomunikasi, tetapi juga bagaimana kita berpikir dan berperilaku

Kurniawan mencontohkan dalam konteks jual beli, pemberlakuan physical distancing atau social distancing atau PSBB dan istilah lain semacamnya, mengubah sedikit banyak cara masyarakat dalam bertransaksi jual beli. Masyarakat Indonesia yang awalnya banyak melakukan transaksi langsung dalam kegiatan jual beli, seperti di pasar, mall, swalayan, sekarang lebih banyak yang memanfaatkan online shop.  Banyak dari masyarakat Indonesia yang awalnya menjadi pedagang pasar kemudian menyasar menjadi pedagang online

Di bidang pendidikanpun juga demikian. Sekolah dan perguruan tinggi selama masa pandemi Covid-19 yang sebelumnya menyelenggarakan proses pembelajaran dengan cara-cara konvensional seperti tatap muka di kelas, kini telah bergeser ke proses pembelajaran dalam jaringan (daring) atau sistem online. Siswa-siswa di sekolah dan mahasiswa di perguruan tinggi diliburkan sementara, diganti dengan belajar di rumah. Begitupula guru dan dosen yang bekerja dari rumah mereka masing-masing. 

Ditengah pandemi covid 19 ini banyak pula industri yang terhenti. Satu sisi ini positif, pencemaran terhadap lingkungan berkurang, kualitas air, udara dan tanah menjadi meningkat kualitasnya. Daya dukung lingkungan kembali pulih. Ini bukannya tanpa data. Sejumlah peneliti telah melaporkan bagaimana lapisan ozon yang berada di atas benua antartika saat ini mengalami pemulihan yang signifikan. Sisi negatif dari berhentinya dunia industri pun ada, seperti meningkatnya jumlah pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK). Nasib yang sama juga dialami pedagang kaki lima, supir angkot, ojek online, dan semacamnya.

Kecuali itu, pandemi covid 19 ini juga membawa perubahan pada praktik keberagamaan. Pelaksanaan ibadah keagamaan selama masa pandemi covid-19 lebih banyak dibatasi, terutama yang sifatnya berjamaah di ruang publik. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menyikapi pandemi covid-19 pun mengeluarkan fatwanya Nomor 14 Tahun 2020 yang membahas tata cara ibadah dan anjuran moral saat pandemi, seperti menjaga jarak sosial, mengurusi jenazah yang meninggal karena covid-19, tentang hukum shalat jumat di masjid ketika wabah, larangan penimbunan barang saat darurat, dan ajakan untuk tetap taat kepada seruan pemerintah. Bukan saja MUI, kontribusi juga ditunjukkan oleh dua organisasi muslim terbesar di negara ini yaitu Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah yang menghimbau masyarakat muslim beribadah selama Ramadhan dan merayakan Idul Fitri di rumah masing masing. Konkret, tarawih, sahur bersama, buka bersama, atau pun pengajian yang melibatkan banyak orang, yang biasanya di tahun-tahun sebelumnya marak, di masa pandemi covid-19 ini berlangsung sepi dan kurang semarak. Kedua pembedah, yaitu Muslimin dan Abdul Mukti Rouf sependapat dengan penulis buku yaitu Syamsul Kurniawan.

Menurut Muslimin misalnya, pandemi covid-19 memang telah memberikan dampak atau pengaruh besar terhadap masyarakat, perubahannya bahkan terkesan begitu cepat terjadi dan tidak terkendali.

Sementara Abdul Mukti Rouf menilai buku ini sangat penting dan relevan sekali. Apalagi menurutnya jelas ada banyak cerita yang tercecer seputar permasalahan pandemi covid-19 saat ini. Memunguti serpihan-serpihannya akan membantu kita memahami apa yang sesungguhnya terjadi. Buku yang ditulis oleh Syamsul Kurniawan ini menurut Abdul Mukti Rouf telah berhasil memunguti sebagian serpihan-serpihan cerita yang tercecer itu untuk kita baca.****

Dosen IAIN Pontianak Mempresentasikan Makalah di Forum Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2019

Jakarta - Pada Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) yang ke 19, yang dihelat pada tanggal 1 sampai 4 Oktober 2019, bertempat di Hotel Mercure Batavia Jakarta, mengangkat sebuah tema yang aktual; relevan dengan keadaan zaman saat ini yang serba digital. Tema yang diusung dalam AICIS 19 ini bertajuk “Digital Islam, Education and Youth; Changing Lanscape of Indonesian Islam”. Ini maknanya yang disasar secara umum dalam perbincangan AICIS 19 ini adalah generasi muda Islam. Jika diteroka lebih dekat, maka pertemuan tahunan ini berangkat dari kegelisahan tentang berbagai perubahan selera keberagamaan yang terjadi di dunia Islam atau studi Islam pada hari ini, khususnya yang menyasar generasi muda.

Dosen IAIN Pontianak, sebutlah di antaranya Syamsul Kurniawan turut berpartisipasi sebagai speaker dalam forum internasional tersebut. Di forum AICIS 2019, Syamsul Kurniawan membawa isu mengenai “The Social Environment of Education and the Dilemma of Digital Native; A Study on Z Generation of Malay Ethnic in Pontianak”. Berangkat dari teori Marc Prensky mengenai “Digital Native” dan “Digital Immigrant”, Syamsul Kurniawan menjelaskan secara kritis tentang terjadinya dilema lingkungan sosial pendidikan generazi z (Gen-Z) yang oleh banyak pakar pendidikan dianggap kurang berhasil dalam membangun karakter, sebabnya bukanlah karena UU Sisdiknas 20 tahun 2003 yang mengamanahkan pendidikan karakter itu tidak relevan. Justru UU ini masih sangat relevan menurutnya.

Hanya saja, kemunculan media baru di tengah-tengah masyarakat pada hari ini, termasuk orang-orang Melayu, mengakibatkan kebutuhan akan sumber-sumber belajar baru, cara-cara baru dalam mengasuh, mengajar atau mendidik, serta paradigma baru. Gen-Z adalah generasi yang lahir dalam rentang tahun 1995 sampai dengan tahun 2010. Gen-Z adalah generasi setelah Generasi Y, generasi ini merupakan generasi peralihan Generasi Y dengan teknologi yang semakin berkembang. Mereka mengalami konsekuensi dari era yang sering disebut-sebut mengalami keadaan disrupsi.

Syamsul Kurniawan memaparkan data-data yang menarik terutama mengenai pergeseran selera Gen-Z pada hari ini, khususnya orang-orang Melayu yang tidak menyukai model-model pembelajaran yang konvensional. Dalam belajar agama Islam misalnya, keberadaan ustadz-ustadz di media online atau media social seperti di facebook, youtube, dan sebagainya pada hari ini lebih banyak menarik simpati mereka ketimbang ustadz-ustadz atau kiyai-kiyai yang mengajar agama Islam dengan cara-cara konvensional. Maka muncullah figur-figur sepertu Ustadz Abdus Somad, Ustadz Adi Hidayat, Ustadz Hanan Attaki, Felix Siaw, dan sebagainya sebagai figur penting dalam pembelajaran agama Islam di kalangan Gen-Z.

Mirisnya, Gen-Z di kalangan orang-orang Melayu di Kota Pontianak sebagaimana hasil penelitian, mulai banyak yang terasing dengan keberadaan kiyai-kiyai atau ustadz-ustadz lokal di sekitar mereka, yang sebelumnya (di kalangan generasi Y) dianggap punya otoritas penting dalam pembelajaran agama Islam. Begitupula posisi guru atau dosen, baik di sekolah atau perguruan tinggi. Sehingga bukan mustahil peran kiyai, ustadz, guru, dosen, dan sebagainya hari ini akan tergantikan oleh media baru tersebut. Contoh lain, tradisi ngaji di pesantren yang belakangan sudah mulai bergeser ke tradisi ngaji online yang jelas pada ranah ini menyasar kelompok Gen-Z.

Kemunculan media baru menurut Syamsul Kurniawan juga mengakibatkan perubahan gaya hidup orang Melayu. Orang Melayu yang sangat menjunjung tinggi kesantunan sebagai seorang Melayu dengan berbagai kearifan lokal yang melingkarinya, mulai terancam akan kehilangan identitas kemelayuannya; yaitu karakter keislamannya. Sehingga menurut Syamsul Kurniawan, jika dilema Gen Z sebagai digital native pada saat ini tidak segera dicarikan jalan keluarnya, maka bukan tidak mungkin ada generasi yang hilang di masa depan, di mana mereka terasing dengan pengajian albarjanzi,  pantang larang, halal bihalal sebulan penuh selama lebaran, dan sebagainya.

Syamsul Kurniawan mengakhiri pemaparannya dengan menyarankan pentingnya kiyai, ustadz, guru dan dosen serta orang tua sebagai aktor penting dalam lingkungan sosial pendidikan, agar “melek digital”. Mereka harus menyiapkan sumber-sumber belajar digital dan model belajar yang sesuai dengan karakteristik Gen Z sebagai digital native seperti digital parenting, digital learning, e-learning, dan lain-lain. Syamsul Kurniawan mengingatkan jangan sampai perubahan zaman yang ditandai oleh kemunculan media-media baru pada hari ini, direspon keliru sehingga lebih banyak sisi mudharatnya ketimbang sisi manfaatnya. Tetapi Syamsul Kurniawan juga menggaris bawahi, bukan dalam konteks sebagai “ancaman” melainkan sebagai “tantangan”. Era digital, menyuguhkan tantangan-tantangan sekaligus peluang tentang bagaimana menjadi milineal tanpa harus kehilangan identitas sebagai Melayu. Terlihat audiens sangat antusias dengan isu dan diskursus yang dibawa oleh Direktur Eksekutif Ayunindya  ini. ***

No comments:

Kelas yang Menyenangkan

  beberapa orang beranggapan, mutu pendidikan di Indonesia rendah disebabkan karena negara kita yang tidak pernah keluar dari jeratan krisis...