Wednesday, November 9, 2011

Kepahlawanan dan Maknanya yang Bergeser

Oleh: Syamsul Kurniawan

Tanggal 10 Nopember 1945, merupakan momentum bersejarah. Pada hari itu, arek-arek Surabaya mengadakan perlawanan sengit pada tentara sekutu yang hendak menguasai kota tersebut, sehingga bisa dikuasai oleh Belanda. Arek-arek Surabaya menolak untuk dijajah kembali dan direnggut kemerdekaan yang baru saja mereka rebut sejalan dengan diproklamasikannya kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945.

Momentum perlawanan di Surabaya pada tanggal 10 November 1945 ini menjadi picu perlawanan rakyat di tempat-tempat lain di Indonesia yang juga kembali berhadapan dengan kedatangan tentara Belanda bersama Sekutu. Mungkin sebelum itu rakyat di tempat lain sudah mengadakan perlawanan terhadap Belanda, seperti yang terjadi di sekitar Jakarta. Akan tetapi pertempuran Surabaya yang hebat itu makin memperkuat semangat rakyat Indonesia di mana-mana untuk juga membuktikan semangat kepahlawanan dalam membela kemerdekaan negara bangsa.

Karena tanggal 10 November 1945 dikenang sebagai momen heroik dan bersejarah, maka pada setiap tanggal tersebut bangsa ini memperingatinya sebagai hari pahlawan. Tentu tidak berlebihan jika setiap tahunnya, khususnya pada bulan November, kita secara bersama-sama memberikan penghormatan yang tulus atas segala pengorbanan yang telah diberikan para pahlawan sehingga bangsa Indonesia dapat menikmati kemerdekaan serta memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang besar, bangsa yang diharapkan dapat menjunjung tinggi kehormatan, martabat serta kebanggaan para pahlawannya. Pada pidato hari pahlawan, 10 Nopember 1961, Sukarno mengatakan, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya.

Kepahlawanan di masa perang fisik dan masa awal kemerdekaan
Pahlawan yang gugur di masa lalu bukan saja berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsa kita, tetapi juga telah menanamkan serangkaian nilai-nilai luhur budaya bangsa, yang kemudian dikenal sebagai nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, kejuangan maupun kesetiakawanan sosial. Pada terma ini, kepahlawanan merupakan suatu perbuatan yang dilakukan seorang dalam mengabdikan diri mereka guna mencapai kepentingan yang lebih luas dari sebatas kepentingan diri mereka sendiri. Baik itu kepentingan negara, bangsa, masyarakat atau umat manusia. Motif pengabdian yang kuat tersebut muncul dari dorongan hati nurani mereka atas nama kebenaran dan keadilan yang ingin mereka perjuangkan.

Karena sifatnya “pengabdian” maka kepahlawanan merupakan suatu perbuatan beyond the call of duty. Tidak sekedar memenuhi kewajiban sebagai warga negara dalam bela negara.Sehingga, jika motifnya hanya sekedar menjalankan kewajiban bela negara, maka itu hemat saya kurang kuat untuk menyebutnya sebagai “kepahlawanan”. Pada ranah ini, kepahlawanan sebagai perbuatan yang melampaui makna kewajiban bela negara yang disertai kesediaan mereka memberikan pengorbanan jiwa dan raga serta harta dan benda yang ada dengan tulus, demi kebenaran dan keadilan serta kepentingan yang lebih luas dari pada kepentingan dirinya sendiri. Sehingga tidak heran, jika seorang pahlawan rela mengurbankan apapun, demi pencapaian tujuan yang lebih tinggi tersebut. Ini sejalan dengan terma pahlawan sebagaimana yang diberikan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahwa kata pahlawan mengandung arti orang yang menonjol dikarenakan keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran.

Adalah Pangeran Diponegoro yang sudah tidak sudi lagi melihat kekuasaan penjajah Belanda di Nuzantara, bangkit dan bertekad mengadakan perlawanan. Hati nurani beliau mengatakan bahwa penjajahan adalah perlambang ketidakadilan, dan karena itu harus dilawan. Sebagai seorang pangeran yang bisa saja menikmati hidup tenang dan nyaman di Kraton Yogyakarta, Pangeran Diponegoro justru memilih jalan sebagai pejuang kemerdekaan. Karena jalan yang ia pilih, Pangeran Diponegoro harus mengurbankan banyak hal demi kepentingan rakyatnya yang mengalami hidup sengsara di bawah tekanan penjajahan Belanda. Karena jalan yang ia tempuh ini pula, Pangeran Diponegoro keluar masuk penjara serta diasingkan dari pulau Jawa yang merupakan tumpah darah beliau dan kemudian wafat di daerah pengasingan; jauh dari tempat kelahiran beliau.

Begitupun Sukarno, seorang mahasiswa brilian lulusan Sekolah Tinggi Teknik Bandung (sekarang menjadi ITB) yang sebenarnya tidak mempunyai kewajiban untuk memelopori dan menggelorakan pergerakan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaannya. Sebagai seorang insinyur yang pandai, bukan tidak mustahil ia memperoleh kedudukan terhormat dan membangun kesejahteraan yang baik bagi diri dan keluarganya, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan lulusan sekolah tinggi saat itu.
Namun demikian, hati nurani Ir. Sukarno tidak bisa membohongi bahwa bangsanya tengah mengalami penjajahan yang mengakibatkan banyak ketidakadilan dan penderitaan kebanyakan rakyat Indonesia. Sebab itulah Sukarno tidak mau hanya menjadi penonton ketika rakyat Indonesia hidup sengsara dalam penjajahan. Maka beliau bangkit dan merintis pergerakan nasional yang menurutnya bisa menghantar ke pintu kemerdekaan yang dicita-citakan. Ia mendirikan Partai Nasional Indonesia.

Karena jalan yang ia pilih tersebut, Sukarno dianggap membahayakan posisi penjajah di tanah air. Sukarno ditangkap, mengalami penderitaan dipenjara, dan dibuang ke tempat pengasingan yang jauh dari rakyat yang menjadi basis pergerakan yang dipimpinnya.
Teladan serupa juga bisa kita lihat pada Moh. Hatta. Sepulangnya dari studinya di Belanda, andai saja Hatta sekedar menjalankan kewajiban normal sebagai seorang sarjana, maka Hatta tak perlu memimpin pergerakan kebangsaan. Akan tetapi sebagaimana jalan yang ditempuh oleh Sukarno, hati nurani beliau juga mendorong untuk berdiam diri melihat penderitaan yang dialami bangsanya akibat penjajahan. Karena memilih jalan berjuang, Hatta ditahan dan dibuang jauh dari sanak keluarga serta kawan-kawannya, yang beliau ajak bergerak merebut kemerdekaan. Perjuangan rakyat Indonesia merebut kemerdekaan tidak mungkin dipisahkan dari motif kepahlawanan. Tanpa motif itu mustahil kemerdekaan dapat diproklamasikan. Sebab pihak penjajah tidak mau melepaskan cengkeraman kekuasaannya begitu saja di Indonesia.

Singkat kata, kemerdekaan yang dicapai Indonesia dicapai melalui kepahlawanan yang tidak sedikit. Ada kepahlawanan yang dilakukan oleh para pejuang bersenjata dalam pertempuran terhadap penjajah. Ada pula kepahlawanan yang dilakukan oleh rakyat yang dengan penuh semangat melakukan aneka ragam perlawanan terhadap musuh-musuh Indonesia. Oleh sebab itu, kita yang hidup pada hari ini hendaknya jangan menganggap kemerdekaan negara dan bangsa itu sebagai hal yang lumrah belaka, satu perkara yang didapat secara taken for granted. Harus selalu ada dorongan untuk terus membela kemerdekaan yang telah bangsa ini proklamasikan dan mengisinya dengan pembangunan demi kemajuan dan kesejahteraan. Semakin banyak kemajuan dan kesejahteraan yang didatangkan untuk rakyat, semakin besar manfaat yang diberikan negara bagi rakyat.

Kaitan dengan ini, Sukarno pernah mengatakan: Kita sekarang tidak boleh berkesempatan lagi untuk menangis, kita sudah kenyang menangis. Bagi kita sekarang ini bukan saatnya buat lembek-lembekan hati. Berabad-abad kita sudah lembek hingga menjadi seperti kapuk dan agar-agar. Yang dibutuhkan oleh tanah air kita kini ialah otot-otot yang kerasnya sebagai baja, urat-urat syaraf yang kuatnya sebagai besi, kemauan yang kerasnya sebagai batu hitam yang tiada barang sesuatu bisa menahannya, dan yang jika perlu, berani terjun ke dasarnya samudra.

Kepahlawanan di masa pembangunan

Pada masa pembangunan sebagaimana sekarang, diperlukan pahlawan-pahlawan pembangunan. Pahlawan pembangunan adalah mereka-mereka yang mendedikasikan pekerjaannya untuk membangun bangsa. Seperti para guru yang bekerja di pedalaman, di daerah tertinggal, terdepan dan terluar Indonesia seperti di Pulau Kalimantan atau Papua adalah pahlawan-pahlawan pembangunan. Demikian pula para peneliti atau ilmuan Indonesia yang mengabdikan diri dan hidupnya untuk membangun bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Mereka pun dapat dinamakan pahlawan pembangunan karena mencurahkan segenap tenaga dan pikiran untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat banyak di masa pembangunan ini.

Pembangunan negara dan bangsa yang mencapai sukses besar serta dilakukan dengan tempo tinggi memerlukan faktor kepahlawanan yang tidak kalah artinya dari kepahlawanan di masa perjuangan kemerdekaan. Oleh sebab itu di masa pembangunan ini, makna kepahlawanan ditandai oleh kerja-kerja membangun pada bidang-bidang pekerjaan yang masing-masing digeluti. Nilainya tentu tidak kalah dari kepahlawanan yang sudah terjadi dalam masa perang melawan penjajah.

Makna kepahlawanan di masa pembangunan juga berarti mengawal pembangunan sehingga berlangsung produktif dan selaras dengan kemajuan dan kesejahteraan yang dicita-citakan. Reformasi 1998 merupakan momen bersejarah di manapara mahasiswa melakukan aksi protes pada pemerintah yang kala itu dianggap kontraproduktif dengan cita-cita pembangunan yang memajukan dan menyejahterakan, dengan maraknya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Jatuh banyak korban, seperti yang terjadi dalam Tragedi Trisakti.

Aksi protes dalam konteks mengawal pembangunan hendaknya tidak dilihat sebagai tujuan melainkan sebagai usaha untuk menciptakan kondisi bangsa yang lebih kondusif untuk mengerjakan pembangunan secara intensif, bermutu dan berkelanjutan. Semua pihak yang cinta tanah air dan bangsa tentu berkepentingan agar Reformasi dapat mencapai tujuannya dan pembangunan nasional terlaksana sebaik-baiknya.

Reorientasi Kepahlawanan

Saat ini Indonesia masih mengalami masa pembangunan. Tantangannya berat, karena era globalisasi tidak saja mengharuskan setiap bangsa (demikian pula bangsa Indonesia) pandai bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain, tetapi juga punya kemampuan bersaing antar bangsa. Bangsa yang mengabaikan kenyataan itu harus membayar mahal. Sudah jelas bahwa ekonomi merupakan faktor amat penting dalam persaingan internasional. Akan tetapi ekonomi memerlukan faktor pendukung yang tidak sedikit untuk dapat bersaing dengan efektif. Tidak mungkin ekonomi nasional menjadi kuat kalau tidak mendapat dukungan pembangunan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dikembangkan pula berbagai aspek produksi. Produksi industri manufaktur harus meningkat, demikian pula produksi pertambangan, pertanian, perikanan, kehutanan. Juga perlu dimajukan sektor jasa untuk membuat ekonomi nasional makin kuat. Jasa komunikasi dan angkutan, perbankan dan keuangan pada umumnya, perdagangan, dan bidang jasa lainnya harus berkembang maju kalau ekonomi ingin menjadi kuat. Sebab itu diperlukan kepahlawanan di semua unsur ini agar bangsa Indonesia makin maju dan sejahtera. Kepahlawanan di sini akan menghasilkan keunggulan bangsa dalam berbagai bidang yang bersangkutan dengan kekuatan ekonomi itu. Namun itu semua lagi-lagi sangat tergantung dari mutu manusia Indonesia.

Namun selama kelemahan-kelemahan masih kuat melekat pada manusia Indonesia, maka tidak mungkin ia bermutu tinggi. Oleh sebab itu diperlukan pendidikan nasional untuk menimbulkan wujud baru dari manusia Indonesia. Tidak saja pendidikan nasional harus menghilangkan sifat-sifat yang lemah, tetapi juga harus menggali kemampuan-kemampuan baru untuk dapat memenangi kontestasi pada era ini.

Pendidikan juga menghadapi berbagai tantangan, baik yang bersifat pendanaan, faktor materiil, maupun faktor lainnya. Sebab itu pelaksanaan pendidikan nasional yang bermutu merupakan satu perjuangan tersendiri yang bergerak atas motif kepahlawanan. Seperti pekerjaan guru, terutama mereka yang harus melakukan pekerjaannya di pedalaman, di tempat-tempat tertinggal, terdepan dan terluar Indonesia. Hal ini masih akan berlangsung cukup lama meskipun tentu harus kita usahakan agar secepat mungkin kendala-kendala dapat diatasi. Seperti perbaikan penghasilan dan status sosial guru yang masih harus sangat diperbaiki. Tanpa semangat kepahlawanan sukar kita harapkan adanya perbaikan dalam pelaksanaan pendidikan nasional.

Akan tetapi jangan kita mengira bahwa di masa depan tidak ada tantangan atau ancaman yang bersifat fisik terhadap bangsa kita. Meskipun selalu kita usahakan agar bangsa lain menyadari bahwa melakukan gangguan terhadap kedaulatan bangsa Indonesia akan lebih merugikan ketimbang menguntungkannya, namun tidak dapat dipastikan bahwa bangsa lain tidak mengusahakan kepentingannya dengan mengganggu dan bahkan mengancam bangsa Indonesia. Karena itu tidak menutup kemungkinan juga terjadi gangguan terhadap berbagai pusat produksi kita untuk mengurangi daya saing kita secara internasional.

Kecuali itu, berbagai kemajuan teknologi dan informasi pada masa pembangunan ini juga menyisakan berbagai masalah, seperti maraknya pornografi, menyebarnya berita hoax, plagiarisme, penipuan, dan lain-lain. Pornografi misalnya, yang kemudahan aksesnya dibantu oleh kecanggihan media baru seperti smartphone, menjadi semacam sarana rekreasi pengantar aktifitas seksual. Mirisnya, aktifitas ini tidak hanya dinikmati oleh kaum abangan, bahkan kaum yang mencitrakan diri sebagai religius dan terpelajarpun kena imbasnya. Begitupun dengan menyebarnya berita hoax, masyarakat Indonesia di masa pembangunan ini nampaknya mudah tergiring untuk menelan mentah-mentah informasi negatif yang mereka konsumsi dari media baru dan kemudian menjadi sensitif.

Selanjutnya plagiarisme. Pada kasus ini, literasi diabaikan, penghargaan atas karya cipta dan pemikiran orang lain dikesampingkan, dan semuanya didukung oleh kemudahan mengakses informasi apapun melalui media baru seperti smartphone. Kasus penipuan juga marak dilakukan secara online dan media sosial, yang memungkinkan pelaku kejahatan melakukan serangkaian kejahatan penipuan tanpa bersusah payah mengintimidasi dan kekerasan. Menjadi pahlawan digital di masa pembangunan berarti mengerahkan seluruh kekuatan untuk menangkal efek negatif dari media baru dan menjadikannya produktif untuk kepentingan pembangunan. Sebagaimana telah diungkap sebelumnya, disebut pahlawan di masa pembangunan adalah mereka-mereka yang mendedikasikan pekerjaannya untuk kerja-kerja membangun bangsa.***

Kelas yang Menyenangkan

  beberapa orang beranggapan, mutu pendidikan di Indonesia rendah disebabkan karena negara kita yang tidak pernah keluar dari jeratan krisis...