Friday, September 15, 2023

Peran dan Fungsi Penyuluh Agama dalam Mewujudkan Khairul Ummah dan Ummatan Wasathan

Oleh: Syamsul Kurniawan

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat  bagi semesta alam. (QS Al Anbiya’ [21]: 107).

Berdasarkan firman Allah SWT di atas, syi‘ar Islam adalah membawa misi rahmatan li al ‘alamin. Misi ini tidak akan dan boleh berhenti ketika berakhirnya tugas kerasulan Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul akhir zaman. Nabi Muhammad SAW diutus dengan membawa ajaran Islam, maka Islam adalah rahmatan lil’alamin, Islam adalah rahmat bagi seluruh manusia.

Misi yang lebih dikenal dengan dakwah ini, harus dilanjutkan oleh siapa saja yang menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik untuk mendapatkan kebahagiaan, kesuksesan, kemenangan, dan kesejahteraan. Tanggungjawab ini bukan hanya berada di pundak orang per orang, para ulama dan tokoh agama atau lembaga maupun pemerintah tertentu saja, tetapi menjadi tanggungjawab kita semua sebagai khairul ummah (umat terbaik) dan ummatan wasathan (umat pertengahan) (lihat: QS. Al-Baqarah [2] : 143 juga QS. Ali ‘Imran [3]: 110), yang memiliki tanggungjawab untuk menegakan keadilan, mengedepankan perbuatan yang baik (ma’ruf) dan mencegah dari perbuatan munkar serta beriman kokoh kepada Allah SWT.

Orang yang berupaya dalam mengemban tugas mulia itu dalam Al-Qur‘an disebut dengan da‘i, yang dalam bahasa Indonesia biasanya disebut dengan “pendakwah”, “mubaligh”, “ustadz”, “juru penerang” atau “penyuluh agama”. Latar belakang atau status da‘i bisa saja berbeda, baik dari aspek sosial, pendidikan, dan sebagainya; bahkan dengan sebutan yang berbeda pula.

Menurut bahasa, penyuluh adalah kata bentukan dari akar kata “suluh” yang dapat berarti penerang. Penyuluh berarti orang yang memberikan penerangan. Menyuluh berarti membuat keadaan dari gelap menjadi terang, remang-remang menjadi jelas, yang tampak kecil menjadi besar dan yang tampak bercabang jadi lebih fokus.

Orang yang memberikan penerangan dan benda (sesuatu) yang menerangi adalah dua hal yang berbeda cara kerja dan sifatnya, tetapi sama-sama memiliki kapasitas tertentu. Orang yang menjadi penyuluh lebih bersifat aktif dan dinamis. Sedangkan benda (sesuatu) lebih bersifat pasif dan statis, sangat bergantung pada manusia di belakangnya.

Penerangan yang diberikan oleh benda bersifat lafdzi sedangkan penerangan oleh manusia bersifat ma‘ani. Cara kerja benda (sesuatu) yang menjadi penerang (penyuluh) seperti: obor/ pelita, lampu listrik atau lilin dapat menjadi pelajaran bagi manusia yang melaksanakan tugas sebagai penyuluh. Dari sini diperoleh pandangan bahwa manusia dan benda sebagai penerang (penyuluh) sama-sama dapat ditingkatkan kapasitasnya.

Di lingkungan Kementerian Agama, ada namanya Penyuluh Agama pada Kantor Urusan Agama Kecamatan. Penyuluh agama memiliki tugas dan kewajiban menerangkan segala sesuatu yang berkaitan dengan agama, hukum halal haram, cara, syarat dan rukun dari suatu pelaksanaan ritual tertentu, pernikahan, zakat, keluarga sakinah, kemasjidan dan lain sebagainya (lihat Depertemen Agama RI, 2010: 5).

Adapun yang dimaksud dengan penyuluh agama sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 791 tahun 1985, adalah:

Pembimbing umat beragama dalam rangka pembinaan mental, moral dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,  dan  Penyuluh Agama Islam, yaitu pembimbing umat Islam dalam rangka pembinaan mental, moral dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, serta menjabarkan segala aspek pembangunan melalui pintu dan bahasa agama (Depertemen Agama RI, 2007: 8-9).

Dengan demikian, penyuluh agama Islam adalah para juru penerang penyampai pesan bagi masyarakat mengenai prinsip-prinsip dan etika nilai keberagamaan yang baik. Di samping itu penyuluh agama Islam merupakan ujung tombak dari Kementerian Agama dalam pelaksanaan tugas membimbing umat Islam dalam mencapai kehidupan yang bermutu dan sejahtera lahir bathin. Dan hasil akhir yang ingin dicapai,  pada hakekatnya ialah terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki pemahaman mengenai agamanya secara memadai yang ditunjukkan melalui pengamalannya yang penuh komitmen dan konsisten seraya disertai wawasan multi kultural  untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang harmonis dan saling menghargai satu sama lain.

Maka seorang penyuluh agama Islam  perlu meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan kecakapan serta menguasai berbagai strategi, pendekatan, dan teknik penyuluhan, sehingga mampu dan siap melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung  jawab dan profesional dalam rangka mewujudkan khairul ummah dan ummatan washatan.

Sejak semula penyuluh agama Islam berperan sebagai pembimbing umat dengan rasa tanggung jawab, membawa masyarakat kepada kehidupan yang aman dan sejahtera. Penyuluh Agama Islam ditokohkan oleh masyarakat bukan karena penunjukan atau pemilihan, apalagi diangkat tangan suatu keputusan, akan tetapi dengan sendirinya menjadi pemimpin masyarakat karena kewibawaannya.

Penyuluh agama Islam menjadi tempat bertanya dan tempat mengadu bagi masyarakatnya untuk memecahkan dan menyelesaikan dengan nasihatnya. Ia juga sebagai pemimpin masyarakat bertindak sebagai imam dalam masalah agama dan masalah kemasyarakatan begitu pula dalam masalah kenegaraan dengan usaha menyukseskan program pemerintah.

Dengan kepemimpinannya, penyuluh agama Islam tidak hanya memberikan penerangan dalam bentuk ucapan dan kata-kata saja, akan tetapi bersama-sama mengamalkan dan melaksanakan apa yang dianjurkannya. Keteladanan ini ditanamkan dalam kegiatan kehidupan sehari-hari, sehingga masyarakat dengan penuh kesadaran dan keikhlasan mengikuti petunjuk dan ajakan pimpinannya.

 

Tugas penyuluh agama tidak semata-mata melaksanakan penyuluhan agama dalam arti sempit berupa pengajian, akan tetapi seluruh kegiatan penerangan baik berupa bimbingan dan penerangan tentang berbagai program pembangunan. Posisi penyuluh agama ini sangat strategis baik untuk menyampaikan misi keagamaan maupun misi pembangunan (Depertemen Agama RI, 2004: 10).

 

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka tantangan tugas para penyuluh agama Islam semakin berat, karena dalam kenyataan kehidupan di tataran masyarakat mengalami perubahan pola hidup yang menonjol. Dengan demikian “peranan penyuluh agama Islam sangat strategis dalam rangka membangun mental, moral dan nilai ketakwaan umat serta turut mendorong peningkaan kualitas kehidupan umat dalam berbagai bidang, baik di bidang keagamaan maupun pembangunan” (Depertemen Agama RI, 2004: 4).

Dalam masa pembangunan dewasa ini, beban tugas penyuluh agama Islam lebih ditingkatkan lagi dengan usaha menjabarkan segala aspek pembangunan melalui pintu dan bahasa agama. Oleh karena itu,  penyuluh agama Islam berperan pula sebagai motivator pembangunan. Peranan ini nampak lebih penting karena pembangunan di Indonesia tidak semata membangun manusia dari segi lahiriah dan jasmaniahnya saja, melainkan membangun segi rohaniah, mental spiritualnya dilaksanakan sejalan secara bersama-sama.

Penyuluh agama Islam selain berfungsi sebagai pendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan, berperan juga untuk ikut serta mengatasi berbagai hambatan yang mengganggu jalannya pembangunan, khususnya mengatasi dampak negatif, yaitu menyampaikan penyuluhan agama kepada masyarakat dengan melalui bahasa yang sederhana dan  mudah dimengerti oleh mereka.

Untuk  menuju keberhasilan kegiatan penyuluhan tersebut, maka perlu sekali profesionalitas penyuluh agama Islam, yaitu  memiliki kemampuan, kecakapan yang memadai sehingga mampu memutuskan dan menentukan sebuah proses kegiatan bimbingan dan penyuluhan, sehingga  dapat berjalan sistematis, berhasil guna, berdaya guna dalam upaya pencapaian tujuan yang diinginkan. Dengan demikian, penyuluhan merupakan rangkaian kegiatan atau proses, dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan untuk memberi arah atau pedoman bagi gerak langkah kegiatan penyuluhan. Sebab tanpa tujuan yang jelas seluruh aktivitas penyuluhan akan sia-sia. Secara global, bahwa tujuan dari dari penyuluhan adalah:

 

Melaksanakan kegiatan menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar melalui pelaksanaan pengajian, mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk meningkatkan taqwanya kepada Allah SWT, membina mental keagamaan umat Islam sebagai jema`ah majelis, mengajak umat manusia yang belum beriman agar beriman kepada Allah SWT, mendidik dan membina serta mengajarkan ajaran agama Islam kepada jamaah, memperbaiki akhlak umat, melalui siraman rohani ceramah agama dalam setiap pengajian.

 

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan dari penyuluhan adalah mengajak manusia kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar, dan menanamkan akhlak yang luhur dan mulia serta meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan keterampilan jama‘ah, membangun kesadaran beragama yang moderat, memberantas kebodohan umat Islam agar  memperoleh kehidupan yang bahagia dan sejahtera yang diridhai oleh Allah SWT. Peran ini, relevan untuk mewujudkan apa yang kita ingin capai bersama yaitu, “khairul ummah” dan “ummatan washatan.”***

 


Wednesday, September 13, 2023

Guru Agama Islam dan Kerja Membangun Moderasi Beragama

Oleh: Syamsul Kurniawan

Guru agama Islam adalah pembimbing murid-muridnya dalam rangka membina mentalitas, adab, dan terutama iman dan takwanya pada Allah Swt, yang dibangun dari prinsip-prinsip keberagamaan yang moderat. Guru agama Islam adalah juru penerang, ibarat “suluh”, ia menyampaikan pesan-pesan moderasi beragama yang mencerahkan murid-muridnya. Tujuannya, agar murid-muridnya memahami prinsip-prinsip kebaragamaan yang moderat, dan kemudian mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-harinya.

Peran fungsional guru agama Islam dalam hal ini jelas penting, oleh karena berperan membimbing murid-muridnya dalam mencapai kehidupan yang bermutu, sejahtera lahir batin, serta moderat. Hasil akhir yang ingin dicapai,  pada hakekatnya ialah terwujudnya profil dari murid-murid yang kelak ketika ia berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat, memiliki pemahaman mengenai agamanya secara memadai yang ditunjukkan melalui pengamalannya yang penuh komitmen dan konsisten seraya disertai wawasan keberagamaan yang moderat  untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang harmonis dan saling menghargai satu sama lain meski berbeda agama atau cara dalam beragama.

Tujuan dari kerja-kerja guru agama Islam dalam konteks moderasi beragama adalah mengajak murid-murid kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar, dan menanamkan akhlak yang luhur dan mulia serta meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan keterampilan murid, memberantas kebodohan agar  memperoleh kehidupan yang bahagia dan sejahtera yang diridhai oleh Allah Swt, namun dilandasi oleh prinsip-prinsip keberagamaan yang moderat.

Menjadi guru agama Islam yang konsisten menebar pesan-pesan keberagamaan yang moderat adalah pilihan. Namun jika dimafhumi, bahwa kerja-kerja yang oleh guru agama Islam lakukan demi tujuan tersebut, dampaknya sangat besar pada murid-muridnya, dan masa depan perdamaian di tengah-tengah kita.

 

Mengapa Penting?

Beragama merupakan fitrah insaniah, sehingga agama menjadi kebutuhan dari semua umat manusia. Kaitannya dengan agama Islam, H. Alamsyah Ratu Perawira Negara dalam bukunya “Bimbingan Masyarakat Beragama (1982: 210) mengemukakan bagaimana umat Islam membutuhkan bimbingan dan petunjuk yang sejalan dengan petunjuk Allah Swt, yang akan menghantarkannya pada kebahagiaan di dunia dan di alam sesudah mati. Oleh karena itu, peran fungsional guru agama Islam dalam membimbing muridnya dalam beragama sejalan dengan kesadaran ini, jadi sesuatu hal yang penting.

Namun harus dipahami, bahwa dalam realisasi kepemelukan ajaran agama Islam, umat Islam mesti menyadari bahwa mereka hidup dalam situasi keberagaman yang heterogen. Mereka mesti memiliki komitmen bahwa berbeda agama tidak lantas jadi alasan untuk tidak toleran terhadap sesama.

Dari sinilah perlunya pembinaan, bimbingan dan didikan atau perhatian dari semua pihak terhadap murid-murid di sekolah khususnya guru agama Islam mereka, sehingga kelak murid-murid ini di tengah-tengah masyarakat dapat tumbuh dan berkembang menjadi muslim yang beriman, beramal shaleh dan berbudi pekerti luhur, dengan model kebearagamaan yang moderat.

Pembinaan dan pendidikan agama Islam yang baik oleh guru-guru agama Islam mereka, maka akan mampu memotivasi murid-murid di sekolah agar dapat mengembangkan potensi beragamanya dalam keterlibatan peran aktif di setiap kegiatan keagamaan baik secara langsung atau tidak, demi kerukunan dan perdamaian. Pendidikan agama Islam dengan demikian akan menjadi salah satu sarana untuk membangun kesadaran moderasi beragama. Sehingga bentuk-bentuk intoleransi dan intimidasi yang diakibatkan perbedaan agama atau cara beragama di tengah-tengah masyarakat bisa diantisipasi dan menjadi minimal.

Dengan terbangunnya kesadaran moderasi beragama di kalangan murid-murid ini, kelak ketika merela aktif bermasyarakat dan turut serta mensupport kegiatan-kegiatan keagamaan, prinsip-prinsip kebaragamaan yang moderatlah yang mereka kedepankan. Kegiatan  keagamaanyang dimaksudkan di sini sebagaimana disebutkan Jalaluddin, dalam bukunya Pengantar Ilmu Jiwa Agama (1993: 56) berupa, “aktifitas  yang berkaitan dengan bidang keagamaan yang ada dalam kehidupan masyarakat dalam melaksanakan dan menjalankan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari”.

Moderasi beragama sebut Lukman Hakim Saifuddin dalam bukunya Moderasi Beragama: Tanggapan Atas Masalah, Kesalahpahaman, Tuduhan, dan Tantangan yang Dihadapinya (2022: 20), tidak akan mendangkalkan kualitas keberagamaan. Bahkan justru sebaliknya, akan mempertebal keimanan serta keyakinan akan nilai-nilai kesusilaan dan keagamaan yang dianut, tanpa mengabaikan kewarasan dalam beragama di tengah-tengah masyarakat. Sasaran yang dikehendaki adalah terciptanya masyarakat berkepribadian muslim yang moderat, dan mampu melestarikan nilai-nilai moderasi agama untuk mencapai kesejahteraan masyarakat beragama yang komit terhadap keutuhan bangsa dan negaranya, yang dilandasi oleh suasana kehidupan yang agamis dan mendamaikan.

 

Fungsi Guru Agama Islam yang Diperlukan

Kaitan dengan ini, fungsi guru agama Islam yang diperlukan, antara lain: satu, fungsi motivatif, yang mana guru agama Islam berfungsi dalam mendorong, mendasari dan melandasi cita-cita dan amal perbuatan murid-muridnya dalam segala aspek kehidupan sosial keagamaannya ke arah yang moderat. Dua, fungsi produktif, dalam pengertian mendorong pemeluknya untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya melainkan juga untuk orang lain dalam situasi sosial keberagamaan yang moderat. Tiga, fungsi sublimatif, yang artinya guru agama Islam mendorong agama yang diajarkannya pada murid relevan untuk mengkuduskan segala usaha, bukan saja yang bersifat agamawi melainkan juga yang duniawi, selama usaha tersebut tidak bertenangan dengan norma dan kaidah agama. Empat, fungsi integratif, yaitu bagaimana guru agama Islam mampu mengintegrasikan model keberagamaan yang ia ajarkan pada muridnya dengan nilai-nilai moderasi beragama. Dengan menghayati ajaran agama Islam dengan nilai-nilainya yang moderat, murid-murid diharapkan bisa mempunyai kekuatan batin hingga terhindar dari melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinannya sehingga ia mampu menjaga integritas dirinya sebegai muslim yang moderat.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa guru agama Islam mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam memberikan bimbingan keagamaan yang moderat pada murid-muridnya.***

Kelas yang Menyenangkan

  beberapa orang beranggapan, mutu pendidikan di Indonesia rendah disebabkan karena negara kita yang tidak pernah keluar dari jeratan krisis...