Monday, August 5, 2024

Dakwah Bil Hal: Dari Teori ke Aksi di PTKI


Oleh: Syamsul Kurniawan

Dari rahim perguruan tinggi keagamaan Islam (PTKI), semestinya lahir para juru dakwah yang tak sekadar mampu menyampaikan pesan moderasi beragama, tetapi juga menghayati dan mengamalkannya dalam keseharian mereka. Bukan hanya dakwah dengan kata-kata, tetapi lebih penting lagi, dakwah dengan tindakan nyata. Harapan ini seyogianya menjadi perhatian serius bagi pengelola PTKI.

Pada masa Nabi Muhammad Saw, model dakwah semacam ini bukan hanya sebuah teori yang dipelajari di ruang kelas. Ia adalah kenyataan yang hidup dalam setiap langkah sang Nabi. Nabi Saw tak hanya berbicara tentang kasih sayang dan toleransi, tetapi mencontohkannya dengan tindakan yang penuh makna. Dalam sebuah hadits, diriwayatkan bahwa Nabi mengizinkan Asma binti Abi Bakar untuk berbuat baik kepada ibunya yang belum memeluk Islam. Nabi Saw mengajarkan bahwa moderasi beragama bukan hanya wacana, tetapi sikap yang tercermin dalam tindakan nyata, bahkan dalam konteks keluarga dengan latar belakang agama yang berbeda.

Contoh lain adalah bagaimana Nabi Muhammad Saw memperlakukan seorang pengemis tunanetra yang kerap mencaci-makinya di sudut Pasar Madinah. Meski pengemis itu menghina Nabi, bahkan menuduhnya sebagai tukang sihir, Nabi tak pernah menunjukkan rasa benci. Beliau justru setiap pagi datang dengan senyum, menyuapkan makanan kepada pengemis itu tanpa pengemis tersebut tahu siapa orang yang selama ini memberinya makan. Kisah ini tidak berakhir di sana; ketika Nabi wafat, pengemis itu merasakan kehilangan yang mendalam, hingga akhirnya ia mengetahui siapa sosok yang selama ini begitu mulia memperlakukannya. Dengan penuh penyesalan, pengemis tersebut akhirnya memeluk Islam.

Dari kisah-kisah ini, kita belajar bahwa dakwah bil hal—dakwah dengan perbuatan—memiliki kekuatan yang luar biasa. Lebih dari sekadar menyampaikan pesan, perbuatan nyata yang mencerminkan nilai-nilai Islam bisa meresap jauh ke dalam hati dan mengubah pandangan seseorang.

Dalam konteks sekarang, dakwah yang mengakar pada aksi nyata sangat relevan. Perguruan tinggi Islam memiliki tanggung jawab besar untuk tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moderasi yang bisa dihidupi dan dipraktikkan oleh para mahasiswanya. Model dakwah ini bukan sekadar retorika, tetapi tindakan konkret seperti membangun lembaga pendidikan Islam yang inklusif dan dapat diakses oleh semua kalangan, baik Muslim maupun non-Muslim. Dengan cara inilah, Islam bisa benar-benar diterima di tengah masyarakat yang plural.

Oleh karena itu, PTKI, harus memastikan bahwa materi kuliah yang diberikan tidak hanya mencetak profesionalisme-profesionalisme yang mampu bekerja, tetapi juga juru dakwah yang mampu membawa nilai-nilai moderasi ke dalam tindakan nyata. Mata kuliah seperti khitabah yang ditawarkan di semester akhir, misalnya, sangat relevan dalam membentuk profil lulusan yang siap berdakwah dengan lisan maupun perbuatan.

Esai ini menyoroti pentingnya peran PTKI dalam mencetak juru dakwah yang tidak hanya mahir berbicara, tetapi juga mampu menghidupkan pesan-pesan agama dalam tindakan nyata.

 

Mengintegrasikan Misi Dakwah dalam Pendidikan Tinggi

Dengan bekal kurikulum yang menyeluruh dan komprehensif, PTKI diharapkan mampu melahirkan alumni yang memiliki kesadaran mendalam akan pentingnya dakwah, baik melalui lisan maupun tindakan nyata. Seiring dengan perkembangan zaman, misi dakwah tidak lagi dapat dipisahkan dari misi pendidikan Islam itu sendiri. Dalam konteks ini, dakwah bukan sekadar tugas yang diemban oleh mereka yang secara khusus terjun dalam profesi dakwah, seperti lulusan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah, melainkan juga oleh lulusan-lulusan dari pogram studi dari fakultas yang lain.

Pembekalan yang diterima mahasiswa di PTKI sepanjang perkuliahan mereka, tidak hanya harus mencakup kemampuan berbicara atau menyampaikan ajaran Islam secara verbal, tetapi juga bagaimana mengimplementasikan ajaran tersebut dalam kehidupan nyata. Pengajaran yang mereka terima harus mendorong mereka untuk menjadi agen perubahan di tengah masyarakat, dengan dakwah bil hal sebagai salah satu instrumen utamanya.

Dalam dakwah bil hal, pendekatan yang lebih dekat dengan pengembangan masyarakat dan solusi nyata atas permasalahan sosial menjadi sangat penting. Di sini, dakwah tidak hanya berbicara mengenai aspek spiritual semata, tetapi juga bagaimana nilai-nilai Islam diterapkan dalam konteks kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Ini adalah dakwah yang mengakar di masyarakat, yang berusaha menjawab tantangan zaman dengan tindakan nyata yang selaras dengan ajaran Islam.

Para alumni PTKI, dengan demikian, dipersiapkan untuk menjadi pemimpin yang tidak hanya pandai berbicara, tetapi juga mampu memberikan contoh melalui tindakan. Mereka diharapkan menjadi sosok yang dapat menyatukan kata dengan perbuatan, mengajarkan Islam tidak hanya melalui khutbah, tetapi juga melalui tindakan nyata yang membawa manfaat langsung bagi masyarakat. Dalam hal ini, dakwah bil hal menjadi jembatan yang menghubungkan ajaran agama dengan realitas kehidupan sehari-hari.

Pengajaran dalam pendidikan tinggi di PTKI juga harus mencakup keterampilan analisis sosial, kemampuan untuk memahami konteks masyarakat di mana mereka akan berdakwah. Dengan pemahaman ini, dakwah bil hal dapat diarahkan pada pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat, seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan masalah sosial lainnya. Ini bukan sekadar pendekatan spiritual, tetapi juga pendekatan praktis yang bertujuan untuk menciptakan perubahan positif di masyarakat.

Selain itu, dakwah bil hal juga menekankan pentingnya gerakan kolektif. Dakwah bukan hanya tugas individu, tetapi juga tugas bersama yang melibatkan komunitas. Oleh karena itu, PTKI perlu membekali mahasiswa dengan kemampuan bekerja dalam tim, memimpin gerakan sosial, dan mengorganisir masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan dakwah yang lebih luas.

Dalam konteks pendidikan tinggi, dakwah bil hal adalah manifestasi dari kesadaran keagamaan yang dalam. Ini adalah bentuk dakwah yang menuntut integritas, komitmen, dan tanggung jawab sosial yang tinggi. Alumni PTKI diharapkan tidak hanya menjadi pendakwah yang mampu mengajar di ruang kelas, tetapi juga pemimpin yang mampu membawa perubahan nyata di tengah masyarakat. Mereka harus menjadi teladan, menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang relevan dengan semua aspek kehidupan, dari yang spiritual hingga yang sosial.

Dengan demikian, PTKI memiliki peran penting dalam melahirkan alumni yang tidak hanya siap mengajar, tetapi juga siap berdakwah dalam arti yang sesungguhnya—mengajak dengan kata-kata dan menuntun dengan perbuatan. Ini adalah dakwah yang komprehensif, yang tidak membatasi diri pada satu bentuk saja, tetapi mengintegrasikan seluruh potensi dakwah dalam setiap aspek kehidupan. Maka dari itu, alumni PTKI, dengan segala pembekalan yang mereka terima, siap untuk menjalankan misi dakwah yang rahmatan lil 'alamin, memberikan manfaat bagi seluruh umat manusia.

 

Ruang Lingkup Dakwah Bil Hal: Mengintegrasikan Konsep dan Praktik dalam Kehidupan Masyarakat

Dalam perspektif Islam, seluruh ajaran dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya bertujuan untuk menciptakan rahmatan lil’alamin—rahmat bagi seluruh alam. Ini berarti bahwa Islam hadir untuk membawa keselamatan dan kebahagiaan, baik secara material maupun spiritual, kepada umat manusia dan alam semesta. Keselamatan dan kebahagiaan material terwujud dalam bentuk kecukupan sandang, pangan, dan papan, sedangkan kebahagiaan spiritual hadir melalui ketenangan batin dan kebebasan untuk melaksanakan ibadah.

Maka dari itu, pendidikan tinggi di PTKI tidak hanya bertujuan untuk pengembangan diri individu, tetapi juga untuk mempersiapkan mereka dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan yang nyata. Salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam pendidikan Islam adalah dakwah bil hal—dakwah dengan tindakan nyata yang dapat memberikan dampak langsung kepada masyarakat. Dakwah bil hal berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan nilai-nilai Islam dengan kebutuhan konkret umat, terutama dalam menghadapi masalah kesejahteraan dan kesenjangan sosial.

Ruang lingkup dakwah bil hal jelas sangat luas dan mencakup berbagai upaya pengembangan kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang semuanya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik sesuai dengan tuntutan ajaran Islam. Bentuk-bentuk kegiatan dakwah bil hal meliputi:

· Penyelenggaraan Pendidikan: Pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan pengetahuan, tetapi juga sebagai sarana untuk membentuk karakter dan mengembangkan potensi individu agar mereka dapat berkontribusi secara positif bagi masyarakat.

· Kegiatan Koperasi: Dalam konteks dakwah bil hal, koperasi menjadi instrumen penting untuk memberdayakan ekonomi umat. Dengan menggerakkan semangat gotong-royong, koperasi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui distribusi ekonomi yang adil.

· Kegiatan Transmigrasi: Transmigrasi dapat dipandang sebagai salah satu bentuk dakwah bil hal yang bertujuan untuk pemerataan penduduk dan sumber daya, sehingga menciptakan keseimbangan dalam pembangunan nasional.

· Penyelenggaraan Kesehatan Masyarakat: Mendirikan rumah sakit, poliklinik, dan balai pengobatan adalah wujud nyata dari upaya dakwah yang berfokus pada kesehatan masyarakat. Islam mengajarkan bahwa menjaga kesehatan adalah bagian dari menjaga amanah yang diberikan Allah SWT kepada manusia.

· Peningkatan Gizi Masyarakat: Gizi yang baik adalah fondasi penting bagi kesehatan fisik dan mental. Upaya peningkatan gizi merupakan bagian dari dakwah bil hal yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup umat Islam.

· Penyelenggaraan Panti Asuhan: Merawat anak-anak yatim adalah salah satu perintah yang sangat ditekankan dalam Islam. Dengan mendirikan dan mengelola panti asuhan, dakwah bil hal turut andil dalam menciptakan generasi yang berdaya dan berkualitas.

· Penciptaan Lapangan Kerja: Salah satu masalah terbesar dalam masyarakat adalah pengangguran. Dakwah bil hal yang berfokus pada penciptaan lapangan kerja membantu mengatasi masalah ini dan mendorong stabilitas ekonomi umat.

·  Peningkatan Media Cetak, Informasi, dan Seni Budaya: Media dan budaya memiliki peran penting dalam membentuk pola pikir dan sikap masyarakat. Dakwah bil hal yang mengoptimalkan media dan budaya dapat menjadi sarana efektif untuk menyebarkan nilai-nilai Islam secara luas.

· Menggalakkan Pembayaran Zakat Melalui ZIS/BAZIS: Zakat adalah salah satu pilar Islam yang berfungsi sebagai alat redistribusi kekayaan. Melalui pengelolaan zakat yang baik, dakwah bil hal dapat membantu mengurangi kesenjangan sosial dan memajukan kesejahteraan umat.

 

Pelaksanaan dakwah bil hal tidak bisa dilakukan secara sembarangan atau parsial. Diperlukan keterpaduan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program dakwah bil hal agar dapat mencapai hasil yang optimal. Ini berarti bahwa dakwah bil hal harus melibatkan berbagai tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu dan bidang pengetahuan. Keterlibatan para ahli ini penting untuk memastikan bahwa dakwah bil hal dilaksanakan dengan pendekatan yang konsepsional sekaligus praktis, sehingga tidak terjadi perbenturan antara dakwah bil lisan dan dakwah bil hal.

Totalitas dalam pelaksanaan dakwah bil hal juga menuntut adanya pemahaman yang mendalam tentang kondisi masyarakat dan tantangan yang dihadapinya. Dengan demikian, dakwah bil hal dapat dirancang dan dilaksanakan dengan strategi yang efektif, sesuai dengan kebutuhan dan konteks lokal.

Penting untuk dicatat bahwa dakwah bil lisan dan dakwah bil hal bukanlah dua hal yang terpisah, melainkan dua sisi dari mata uang yang sama. Keduanya harus berjalan beriringan untuk mencapai misi dakwah yang lebih luas dan mendalam. Dakwah bil lisan memberikan kesadaran awal dan pengetahuan tentang Islam, sedangkan dakwah bil hal menerjemahkan pengetahuan tersebut ke dalam tindakan nyata yang bermanfaat bagi masyarakat.

Dengan memperhatikan ruang lingkup dan pentingnya dakwah bil hal, kita menyadari bahwa misi dakwah adalah misi yang komprehensif, yang tidak hanya menekankan pada aspek spiritual tetapi juga pada aspek sosial, ekonomi, dan budaya. Oleh karena itu, Prodi PAI dan lembaga pendidikan Islam lainnya memiliki tanggung jawab besar untuk membekali para mahasiswa dengan pemahaman yang mendalam dan keterampilan praktis dalam dakwah bil hal, sehingga mereka dapat menjadi agen perubahan yang membawa manfaat bagi seluruh umat manusia.

 

Pengembangan Dakwah Bil Hal dalam Konteks Modern

Seiring dengan perkembangan zaman, dakwah bil hal harus terus berkembang dan beradaptasi dengan konteks modern. Tantangan-tantangan baru yang muncul dalam masyarakat global yang semakin kompleks menuntut pendekatan dakwah yang lebih inovatif dan relevan. Dakwah bil hal tidak lagi hanya tentang upaya fisik dan sosial yang langsung terlihat, tetapi juga tentang bagaimana ajaran Islam dapat merespons isu-isu kontemporer seperti teknologi, lingkungan, keadilan sosial, dan ekonomi digital.

1. Pengembangan Teknologi dan Media Sosial sebagai Sarana Dakwah

Di era digital, media sosial dan teknologi informasi menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dalam konteks dakwah bil hal, teknologi ini dapat digunakan sebagai alat yang efektif untuk menyebarkan nilai-nilai Islam dan mempengaruhi perubahan sosial yang positif. Platform seperti media sosial, blog, dan video streaming memungkinkan pesan-pesan dakwah untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan beragam.

Namun, penggunaan teknologi ini juga memerlukan pemahaman yang baik tentang etika dan tanggung jawab. Dakwah bil hal melalui media sosial harus didasarkan pada prinsip-prinsip Islam yang mendorong kebaikan, menghindari fitnah, dan mempromosikan perdamaian. Selain itu, para pendakwah juga perlu menguasai teknik komunikasi digital yang efektif, sehingga pesan yang disampaikan tidak hanya menarik tetapi juga mendalam dan bermakna.

 

2. Dakwah Bil Hal dalam Konteks Pelestarian Lingkungan

Isu lingkungan menjadi salah satu tantangan global terbesar saat ini. Islam, sebagai agama yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan alam, memberikan panduan yang jelas tentang tanggung jawab manusia terhadap bumi. Dalam dakwah bil hal, ini berarti mendorong tindakan-tindakan yang mendukung pelestarian lingkungan, seperti kampanye pengurangan sampah, penghijauan, dan penggunaan energi terbarukan.

Pendidikan tinggi dapat berperan dalam menanamkan kesadaran lingkungan ini sejak dini. Di PTKI, dapat memasukkan kurikulum yang mengajarkan pentingnya pelestarian lingkungan sebagai bagian dari ibadah dan tanggung jawab moral seorang Muslim. Dengan demikian, lulusan PTKI tidak hanya paham secara teologis, tetapi juga siap berkontribusi dalam gerakan lingkungan yang berbasis nilai-nilai Islam.

3. Dakwah Bil Hal dalam Keadilan Sosial dan Pemberdayaan Ekonomi

Keadilan sosial merupakan salah satu pilar penting dalam Islam. Dakwah bil hal dalam konteks ini berfokus pada upaya pemberdayaan masyarakat miskin dan marginal, serta menentang segala bentuk ketidakadilan dan diskriminasi. Ini bisa diwujudkan melalui program-program pemberdayaan ekonomi yang berbasis komunitas, seperti pelatihan keterampilan, pemberian modal usaha, dan pengembangan koperasi syariah.

Dalam pendidikan tinggi di PTKI, konsep keadilan sosial harus diajarkan sebagai bagian integral dari ajaran agama, sehingga para mahasiswa memahami bahwa tugas mereka sebagai pendakwah bukan hanya menyampaikan pesan moral, tetapi juga bertindak untuk mengurangi ketimpangan sosial di tengah masyarakat. Ini juga melibatkan upaya untuk mempromosikan ekonomi yang adil dan berkelanjutan, sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.

4. Dakwah Bil Hal melalui Pengembangan Kesehatan Masyarakat

Dalam Islam, menjaga kesehatan adalah bagian dari tanggung jawab terhadap diri sendiri dan komunitas. Dakwah bil hal dalam konteks kesehatan masyarakat dapat meliputi upaya-upaya seperti edukasi kesehatan, penyelenggaraan klinik gratis, kampanye kebersihan, dan program pemberantasan penyakit. Di tengah pandemi global dan tantangan kesehatan lainnya, peran dakwah bil hal menjadi semakin krusial.

 

PTKI sebagai institusi pendidikan tinggi dapat berperan dalam mencetak tenaga kesehatan yang tidak hanya kompeten secara medis, tetapi juga memiliki pemahaman yang kuat tentang nilai-nilai Islam dalam pelayanan kesehatan. Ini termasuk mempromosikan pentingnya menjaga keseimbangan antara kesehatan fisik, mental, dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari.

5. Dakwah Bil Hal dan Pendidikan Inklusif

Islam mengajarkan bahwa setiap manusia, tanpa memandang latar belakangnya, berhak atas pendidikan. Dakwah bil hal harus mencakup upaya untuk menyediakan akses pendidikan yang inklusif dan merata bagi semua kalangan, termasuk mereka yang terpinggirkan atau memiliki kebutuhan khusus. Ini bisa diwujudkan melalui program beasiswa, pendirian sekolah-sekolah Islam yang inklusif, dan pelatihan bagi guru-guru untuk menangani siswa dengan berbagai latar belakang.

Dalam hal ini, PTKI dapat berperan dengan menyiapkan calon-calon pendidik yang memiliki kepekaan terhadap isu-isu inklusivitas dan berkomitmen untuk memberikan pendidikan yang adil dan merata. Dengan demikian, dakwah bil hal juga menjadi sarana untuk memperjuangkan hak-hak pendidikan bagi semua individu, sesuai dengan ajaran Islam yang menghargai setiap jiwa.

Menghadapi tantangan dunia modern, dakwah bil hal harus terus beradaptasi dan berkembang. Pendidikan tinggi di PTKI memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa para lulusannya tidak hanya pandai dalam dakwah bil lisan tetapi juga mampu mengimplementasikan dakwah bil hal dengan cara yang relevan dan efektif.

Dengan mengintegrasikan pendekatan konseptual dan praktis, dakwah bil hal dapat menjadi kekuatan yang membawa perubahan nyata dalam masyarakat. Ini adalah dakwah yang tidak hanya mengajarkan, tetapi juga bertindak; tidak hanya berbicara, tetapi juga melibatkan diri dalam solusi nyata bagi masalah-masalah yang dihadapi umat. Dakwah bil hal, dengan segala kompleksitasnya, menjadi kunci untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, sejahtera, dan damai, serta menjadi manifestasi dari Islam sebagai rahmatan lil’alamin.***

No comments:

Masa Depan Dialog Antar-Agama di Indonesia

Oleh: Syamsul Kurniawan (Instruktur dan Fasilitator Nasional Moderasi Beragama) " Tidak ada perdamaian antarbangsa, tanpa perdamaian an...