Thursday, August 1, 2024

Netizen Bersuara, Apakah Keadilan Terwujud?

Oleh: Syamsul Kurniawan

Kasus pembunuhan Vina Cirebon yang hingga kini belum menemukan titik terang adalah cermin ketidakadilan sosial yang masih kental di Indonesia. Merujuk kepada Pierre Bourdieu tentang Habitus, Modal, dan Ranah, kita dapat melihat bagaimana ketimpangan sosial dan struktur kekuasaan memengaruhi proses hukum di negara ini, termasuk dalam kasus Vina Cirebon.

Bourdieu menjelaskan bahwa habitus adalah serangkaian disposisi yang dibentuk oleh lingkungan sosial dan sejarah individu. Habitus ini menciptakan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan kepentingan kelas sosial tertentu. Dalam konteks kasus Vina Cirebon, habitus para aktor dalam sistem hukum—polisi, jaksa, hingga hakim—dibentuk oleh lingkungan sosial dan budaya yang sering kali lebih menguntungkan bagi mereka yang memiliki modal sosial dan ekonomi yang kuat.

Stratifikasi sosial juga memiliki konsekuensinya. Bourdieu menyebutkan bahwa mereka yang memiliki modal ekonomi dan sosial yang besar sering kali mendapatkan perlakuan yang lebih baik dan keadilan yang lebih cepat dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki modal tersebut. Ini karena stratifikasi sosial mereka memungkinkan mereka memiliki akses ke modal yang lebih baik.

Dalam kasus Vina Cirebon, kurangnya perhatian media sebelumnya dan lambatnya proses penyelidikan mencerminkan posisi sosial keluarga korban yang mungkin tidak memiliki modal sosial dan ekonomi yang kuat. Kasus ini sempat mengendap selama delapan tahun, dengan perjalanan penuh teka-teki sejak kematian Vina Dewi (16) pada 27 Agustus 2016.

Modal dalam Penyelesaian Kasus

Modal dalam teori Bourdieu tidak hanya terbatas pada kekayaan materi, tetapi juga meliputi modal sosial, budaya, dan simbolik. Kasus Vina Cirebon menunjukkan betapa pentingnya modal-modal ini dalam mempengaruhi hasil dari sebuah proses hukum. Modal ekonomi (kekayaan), modal sosial (jaringan dan koneksi), dan modal simbolik (status dan reputasi) sangat memengaruhi bagaimana kasus ini diproses.

Keluarga korban yang mungkin tidak memiliki akses ke jaringan sosial yang kuat (modal sosial) dan kurangnya pengaruh dalam ranah hukum (modal simbolik) membuat suara mereka sulit didengar. Modal sosial dapat mencakup hubungan dengan media, LSM, atau tokoh masyarakat yang dapat membantu mengangkat kasus ini ke publik. Modal simbolik mencakup reputasi atau status sosial yang dapat membuat aparat hukum lebih responsif terhadap kasus yang mereka tangani.

Sebagai perbandingan, kasus-kasus lain yang melibatkan individu dengan modal sosial dan simbolik yang tinggi, seperti kasus yang melibatkan pejabat atau selebriti, sering kali mendapatkan perhatian yang lebih besar dan penanganan yang lebih cepat. Misalnya, kasus pembunuhan seorang artis terkenal biasanya akan menjadi sorotan media, dan tekanan publik yang besar dapat memaksa aparat penegak hukum untuk bertindak cepat. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya modal-modal ini dalam menentukan bagaimana hukum ditegakkan.

Ranah Hukum dan Praktik Sosial yang Timpang

Ranah (field) dalam teori Bourdieu adalah arena sosial di mana berbagai modal dipertaruhkan dan diperjuangkan. Ranah hukum di Indonesia, seperti yang ditunjukkan dalam kasus Vina Cirebon, sering kali didominasi oleh mereka yang memiliki modal ekonomi dan sosial yang besar. Dominasi ini membuat praktik sosial dalam ranah hukum cenderung bias dan tidak adil.

Dalam kasus Vina Cirebon, praktik sosial yang timpang ini terlihat jelas dalam lambatnya penanganan kasus. Meski sudah lebih dari setahun sejak kejadian, belum ada tersangka yang ditangkap, dan keluarga korban masih berjuang untuk mendapatkan keadilan. Ini menunjukkan bahwa modal ekonomi dan sosial sangat berpengaruh dalam menentukan kecepatan dan hasil proses hukum. Tanpa modal sosial dan ekonomi yang kuat, keluarga korban tidak memiliki daya tawar yang cukup untuk mendesak aparat hukum bertindak lebih cepat dan transparan.

Untuk memperjelas asumsi ini, mari kita lihat contoh konkret dalam kasus Vina Cirebon. Salah satu faktor utama yang memperlambat proses hukum sebelumnya adalah kurangnya tekanan publik dan perhatian media. Dalam kasus lain yang melibatkan individu berpengaruh atau terkenal, media sering kali memberikan perhatian besar, menciptakan tekanan bagi aparat penegak hukum untuk bertindak cepat. Sebagai contoh, dalam kasus pembunuhan yang melibatkan selebriti atau pejabat tinggi, proses penyelidikan dan peradilan biasanya berjalan lebih cepat karena adanya sorotan media dan tekanan publik yang intens.

Sebaliknya, dalam kasus Vina Cirebon, perhatian media yang minim dan kurangnya desakan dari publik dapat diasumsikan sebagai akibat dari kurangnya modal sosial dan simbolik keluarga korban. Tanpa jaringan sosial yang kuat dan dukungan dari figur-figur berpengaruh, sulit bagi keluarga korban untuk mendorong percepatan penyelesaian kasus ini. Dalam konteks ini, modal sosial dan simbolik sangat penting untuk memastikan bahwa kasus ini mendapatkan perhatian yang layak dari media dan publik.

Untuk memperjelas lebih lanjut, mari kita lihat contoh dari luar negeri yang menunjukkan bagaimana modal sosial dan simbolik memengaruhi proses hukum. Misalnya, kasus pembunuhan Trayvon Martin di Amerika Serikat pada tahun 2012. Meskipun awalnya kasus ini tidak mendapatkan banyak perhatian, tekanan dari kelompok-kelompok hak asasi manusia, media, dan tokoh masyarakat akhirnya membuat kasus ini menjadi sorotan nasional. Keluarga Martin memiliki dukungan yang kuat dari berbagai jaringan sosial dan figur berpengaruh, yang membantu menekan sistem hukum untuk bertindak lebih cepat dan adil.

Contoh lain adalah kasus pembunuhan Oscar Grant pada tahun 2009, yang juga mendapatkan perhatian besar dari media dan publik setelah video kejadian tersebar luas. Dalam kedua kasus ini, modal sosial dan simbolik yang kuat membantu keluarga korban mendapatkan keadilan yang lebih cepat dan transparan. Ini menunjukkan bahwa tanpa modal-modal tersebut, sangat sulit bagi keluarga korban untuk memastikan bahwa kasus mereka diproses dengan cepat dan adil.

Bagaimana Supaya Tidak Berulang?

Kasus Vina Cirebon dari sudut analisis teoritikal Bourdieu menunjukkan bahwa reformasi hukum di Indonesia harus memperhatikan aspek-aspek sosial dan struktural yang mempengaruhi proses hukum. Reformasi ini harus mencakup upaya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam sistem hukum, serta memperkuat dukungan bagi keluarga korban yang tidak memiliki modal sosial dan ekonomi yang kuat.

Salah satu langkah yang bisa diambil adalah memperkuat peran LSM dan organisasi masyarakat sipil dalam mendampingi keluarga korban. Organisasi-organisasi ini dapat membantu mengangkat kasus ke publik dan menciptakan tekanan bagi aparat hukum untuk bertindak cepat. Selain itu, reformasi juga harus mencakup upaya untuk meningkatkan akses keadilan bagi semua warga negara, tanpa memandang status sosial dan ekonomi.

Pembinaan berkelanjutan bagi aparat penegak hukum juga sangat penting untuk mengubah habitus yang ada. Aparat hukum harus sering-sering dibina untuk lebih sensitif terhadap ketimpangan sosial dan lebih responsif terhadap kasus-kasus yang melibatkan korban dari latar belakang ekonomi dan sosial yang lemah. Ini memerlukan perubahan budaya dalam institusi hukum yang hanya bisa dicapai melalui pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan.

Dalam era digital saat ini, peran netizen sangat penting dalam menuntut keadilan. Kekuatan media sosial dan partisipasi publik dapat menjadi modal sosial yang signifikan untuk menekan sistem hukum agar lebih adil dan transparan. Dukungan netizen dapat membantu mengangkat kasus-kasus yang terlupakan, seperti kasus Vina Cirebon, sehingga mendapatkan perhatian dan penanganan yang layak. Mari kita terus memperjuangkan keadilan, baik melalui jalur hukum formal maupun melalui kekuatan kolektif masyarakat di dunia maya.***

No comments:

Masa Depan Dialog Antar-Agama di Indonesia

Oleh: Syamsul Kurniawan (Instruktur dan Fasilitator Nasional Moderasi Beragama) " Tidak ada perdamaian antarbangsa, tanpa perdamaian an...