Sunday, September 8, 2024

PAI Berbasis Merdeka Belajar dan Moderasi Beragama

Oleh: Syamsul Kurniawan

Pendidikan agama Islam memiliki peran sentral dalam membentuk kepribadian muslim yang paripurna. Pendidikan ini tidak sekadar mengajarkan teori-teori tentang keyakinan dan ibadah, tetapi juga harus menyentuh aspek-aspek praktis yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini penting karena ajaran agama Islam menuntut keseimbangan antara iman dan amal saleh. Dalam konteks ini, pendidikan agama tidak memisahkan antara nilai-nilai keimanan dan tindakan nyata di dunia. Keduanya saling melengkapi dan tidak bisa dipisahkan, karena Islam sebagai agama yang komprehensif menuntut seorang muslim untuk hidup selaras dengan ajaran agama baik secara spiritual maupun sosial. Pendidikan agama Islam yang ideal, dengan demikian, harus mampu mengantarkan individu muslim menuju kesejahteraan di dunia dan akhirat, serta mampu memberikan kontribusi bagi kebaikan masyarakat di sekitarnya. 

Namun, pendidikan agama Islam di sekolah sering kali masih berorientasi pada pencapaian kurikulum semata, sehingga kehilangan esensinya sebagai sarana untuk membentuk jati diri siswa. Idealnya, pendidikan agama Islam bukan hanya soal menghafal ayat-ayat atau hukum-hukum fikih, tetapi bagaimana siswa dapat merasakan pengalaman spiritual yang mendalam dan relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka. Dalam konteks Merdeka Belajar, pendidikan agama Islam seharusnya bisa menjadi sarana untuk memberikan kebebasan kepada siswa dalam mengeksplorasi dan memahami ajaran agama mereka, sekaligus membangun jati diri mereka sebagai muslim yang tangguh dan berakhlak mulia. Kebebasan dalam belajar ini tidak berarti kebebasan tanpa batas, tetapi kebebasan yang terarah pada tujuan mulia, yaitu membentuk individu yang taat, moderat, dan berkontribusi bagi masyarakat.

 

Yang Perlu Dipahami

Penting bagi guru agama Islam untuk memahami bahwa hakikat pendidikan agama Islam adalah humanisasi—upaya untuk memanusiakan manusia. Dalam pendidikan agama, siswa tidak boleh dipandang sebagai objek yang pasif, melainkan sebagai subjek yang dinamis dan memiliki potensi besar untuk berkembang. Pendidikan agama Islam harus memperhatikan bahwa setiap siswa memiliki latar belakang, pengalaman, dan potensi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, penting bagi seorang guru untuk memperkokoh landasan pendidikan mereka dengan memahami hakikat manusia sebagai dasar utama dalam mendidik. Guru yang memahami hakikat manusia akan mampu membangun konsep pendidikan yang lebih relevan dan kontekstual, sesuai dengan kebutuhan dan tantangan zaman.

Dalam Al-Qur'an, manusia digambarkan dengan berbagai istilah yang mencerminkan sisi intelektual, biologis, dan sosial mereka. Misalnya, kata *insan* dalam Al-Qur'an merujuk pada manusia sebagai makhluk yang diberi tanggung jawab oleh Allah untuk menjadi khalifah di bumi. Manusia memiliki kemampuan belajar dan mengajar, serta tanggung jawab moral untuk menciptakan tatanan yang baik di dunia. Pendidikan agama Islam, dalam hal ini, seharusnya berfungsi sebagai sarana untuk menumbuhkan kesadaran siswa tentang peran mereka sebagai khalifah di bumi, yang memiliki tanggung jawab besar tidak hanya kepada diri mereka sendiri, tetapi juga kepada masyarakat dan lingkungan sekitar.

Penting juga untuk diingat bahwa Al-Qur'an mengakui sisi negatif dari manusia. Manusia sering kali digambarkan sebagai makhluk yang tergesa-gesa, lalim, dan tidak sabar. Sifat-sifat negatif ini bisa menjadi penghalang bagi perkembangan moral dan spiritual seseorang jika tidak dikelola dengan baik. Di sinilah pentingnya peran pendidikan agama dalam membantu siswa mengenali dan mengatasi sifat-sifat negatif ini. Pendidikan agama harus mampu memberikan pemahaman kepada siswa bahwa sifat-sifat manusiawi seperti keserakahan, keegoisan, dan ketidakpedulian adalah tantangan yang harus dihadapi dan diatasi dengan nilai-nilai agama. 

Dalam Merdeka Belajar, siswa diberikan ruang untuk lebih aktif dalam mengeksplorasi ajaran agama, dan guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa memahami nilai-nilai agama dalam konteks kehidupan modern. Pendekatan ini tidak hanya memberdayakan siswa untuk berpikir kritis, tetapi juga membantu mereka untuk mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang moderasi beragama. Moderasi beragama di sini bukan berarti mengambil posisi yang netral tanpa pendirian, tetapi menekankan pentingnya keseimbangan antara keyakinan yang kuat dan penghormatan terhadap perbedaan. Islam sebagai agama yang moderat menekankan prinsip jalan tengah, dan ini harus menjadi bagian integral dari pendidikan agama Islam. 

Dalam mengajarkan moderasi beragama, penting untuk menekankan bahwa ajaran Islam tidak mengajarkan sikap ekstrem, baik dalam bentuk fanatisme maupun dalam bentuk kelalaian terhadap ibadah. Moderasi beragama berarti memahami bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan toleransi, keadilan, dan kasih sayang. Siswa harus diajarkan bahwa sebagai muslim, mereka memiliki tanggung jawab untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, menghormati perbedaan, dan berkontribusi positif dalam masyarakat. Pendidikan agama Islam yang moderat dan merdeka akan membantu siswa menghindari sikap-sikap ekstrem yang dapat merusak harmoni sosial. 

Salah satu cara yang efektif untuk mengajarkan moderasi beragama adalah melalui diskusi terbuka tentang isu-isu sosial dan keagamaan yang relevan dengan kehidupan siswa. Dalam diskusi semacam ini, siswa diajak untuk berpikir kritis dan reflektif, mengeksplorasi berbagai sudut pandang, dan memahami bahwa agama Islam memiliki banyak dimensi yang harus dipahami secara komprehensif. Merdeka Belajar memungkinkan adanya pendekatan yang lebih inklusif dan fleksibel dalam pembelajaran agama, di mana siswa diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi dan memaknai ajaran agama dengan cara yang relevan dengan kehidupan mereka. 

Selain itu, moderasi beragama juga dapat diajarkan melalui teladan guru. Guru yang mengajarkan moderasi dalam kehidupan sehari-hari akan menjadi contoh yang baik bagi siswa. Misalnya, guru bisa menunjukkan bagaimana menerapkan nilai-nilai agama dalam hubungan sosial yang harmonis, bagaimana bersikap adil dan bijak dalam menghadapi perbedaan, serta bagaimana mengatasi konflik dengan cara yang damai dan konstruktif. Pendidikan agama yang merdeka dan moderat akan membentuk siswa menjadi individu yang mampu menjalani kehidupan dengan keseimbangan antara keyakinan dan keterbukaan terhadap perbedaan. 

Dalam konteks Merdeka Belajar, pendidikan agama Islam juga harus memberikan perhatian pada aspek sosial siswa. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendirian, dan mereka memerlukan nilai-nilai sosial seperti tolong-menolong, keadilan, dan persaudaraan untuk menciptakan kehidupan yang harmonis. Pendidikan agama Islam harus mengajarkan siswa bahwa Islam adalah agama yang sangat menekankan nilai-nilai sosial ini, dan bahwa seorang muslim yang baik adalah seseorang yang peduli terhadap sesama, berusaha untuk menciptakan keadilan sosial, dan berkontribusi bagi kebaikan bersama. 

Penting untuk dipahami bahwa pendidikan agama Islam yang bersifat moderat dan merdeka tidak hanya bertujuan untuk membentuk individu yang taat dalam beribadah, tetapi juga membentuk individu yang kritis, terbuka, dan peduli terhadap masyarakat. Dengan demikian, pendidikan agama dalam kerangka Merdeka Belajar akan memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan potensi mereka secara maksimal, baik dari segi intelektual, spiritual, maupun sosial. Ini selaras dengan tujuan pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada pencapaian akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter dan kepribadian yang utuh. 

Dalam praktiknya, guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang inklusif, di mana setiap siswa merasa dihargai dan diberi kebebasan untuk mengungkapkan pandangan mereka. Dalam suasana yang merdeka ini, siswa akan merasa lebih terlibat dan termotivasi untuk belajar, karena mereka tidak hanya sekadar menerima informasi dari guru, tetapi juga terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Pendidikan agama Islam yang merdeka akan memberikan ruang bagi siswa untuk berpikir, berdiskusi, dan berkolaborasi dengan teman-teman mereka, sehingga mereka dapat mengembangkan pemahaman yang lebih luas dan mendalam tentang agama. 

Dengan demikian, pendidikan agama Islam yang berbasis pada konsep Merdeka Belajar akan menjadi sarana yang efektif untuk mengajarkan moderasi beragama. Siswa tidak hanya akan belajar tentang ajaran agama secara literal, tetapi juga akan memahami nilai-nilai agama dalam konteks yang relevan dengan kehidupan mereka. Moderasi beragama yang diajarkan secara merdeka akan membantu siswa untuk mengembangkan sikap yang seimbang, terbuka, dan toleran, yang sangat penting dalam membentuk masyarakat yang damai dan sejahtera.***

No comments:

Masa Depan Dialog Antar-Agama di Indonesia

Oleh: Syamsul Kurniawan (Instruktur dan Fasilitator Nasional Moderasi Beragama) " Tidak ada perdamaian antarbangsa, tanpa perdamaian an...