Saturday, October 21, 2023

Pendidikan Agama Islam Mengapa Selalu Relevan?

Oleh: Syamsul Kurniawan

ISLAM adalah agama yang amat menekankan pentingnya pendidikan. Di kota kelahirannya, di Mekah belasan abad silam, pendidikan agama Islam terbukti berhasil tidak hanya menembus batas dinding kejahiliyahan masyarakatnya kala itu, tetapi juga melampaui zamannya (shalihun li kulli zaman wa makan). Hingga kini, pendidikan agama Islam jelas masih resilien dengan zaman, sekaligus menjawab pesimisme sejumlah sosiolog seputar masa depan yang suram pendidikan agama.  

Pesimisme ini beririsan dengan munculnya asumsi di kalangan sosiolog, bahwa agama dinilai tidak lagi mampu memahami dan menjelaskan dunia yang semakin kompleks, maka peran dan masa depan agama kembali dipertanyakan oleh mereka. Emile Durkheim, Max Weber, Georg Simmel—untuk menyebut beberapa nama—adalah orang-orang yang percaya bahwa dunia masa kini akan semakin terasionalisasikan, dan karena itu agama sebagai sesuatu yang irrasional, akan makin tersingkir dari panggung kehidupan modern. (Lebih lanjut baca: Durkheim, 1984; Simmel, 1959; Weber, 1956)

Hal ini mudah dipahami, manakala kita menyadari betapa dekatnya agama dengan kehidupan manusia. Dalam ajaran agama Islam, kita mengenalnya dengan fithrah. Yusron Masduki dan Idi Warsah membagi pandangan tentang ini. Kata fithrah menurutnya berasal dari Bahasa Arab yang bentuk fi‘il madi-nya adalah fitara dengan bentuk Masdar yaitu fitrun atau fitratan, yang berarti memegang dengan erat, memecahkan, membelah, mengoyakkan, meretakkan, dan menciptakan. Maka kalimat fitrahu artinya Dia menciptakannya, yakni yang menyebabkan ada secara baru dan untuk pertama kalinya. Fitrah manusia diciptakan adalah untuk menyembah Allah Swt, Tuhan yang telah menciptakan dan juga memberikan segala-galanya untuknya. Sebab alasan inilah, pendidikan agama Islam jadi kebutuhan, khususnya mereka yang memeluk ajaran agama Islam. (Masduki & Warsah, 2020)

Sejalan dengan ini, firman Allah SWT mengatakan, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum: 30)

Dari ayat di atas dapat diambil suatu simpulan, bahwa fithrah manusia diciptakan untuk beragama. Agama dapat dikatakan pedoman dan tuntutan hidup manusia yang mengandung perintah yang harus dilaksanakan dan larangan yang harus ditinggalkan. Fithrah ini yang menjadikan manusia mampu menerima taklif (penerapan hukum syara’), beban tanggung jawab atas predikatnya sebagai khalifah.

Oleh karena itu, manusia dilahirkan dengan fithrahnya tersebut. Mereka yang memeluk agama Islam, juga berada dalam fithrahnya tersebut, sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad SAW, “Tiada seorangpun yang dilahirkan kecuali dilahirkan pada fithrah (Islam)nya. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari no. 1358 dan Muslim no. 6697) Dengan demikian, sudah jelas, mengapa pendidikan agama Islam selalu relevan, melampaui zamannya belasan abad lalu.

Pendidikan agama Islam berdasarkan ayat Al-Qur‘an dan hadits di atas memang selalu relevan, namun bukan berarti semua kita relevan mendidikkannya. Dalam kaitannya dengan ini, mereka yang relevan mendidikkan ajaran agama Islam ini, adalah mereka yang memiliki kemampuan mengajak manusia ke jalan Allah dengan hikmah dan pelajaran yang baik, mampu berdiskusi dengan baik, dan bisa diteladani oleh anak-anak didiknya. Dalam QS an Nahl ayat 125 dijelaskan: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” Demikianlah, isyarat Allah Swt bagaimana selayaknya pendidikan agama Islam diberikan.

Jelas Nabi Muhammad Saw adalah teladannya dalam hal ini. Pada Qs al-Ahzab ayat 21 pandangan ini terkonfirmasi, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”***

No comments:

Mahasiswa dan Copy Paste Karya Tulis Ilmiah

  MENUMBUHKAN tradisi menulis  di kalangan mahasiswa bukanlah perkara gampang. Apalagi, belakangan muncul gaya hidup instant di kalangan mah...