Sunday, March 17, 2024

Pers Mahasiswa, Masihkah Menjanjikan?


Oleh: Syamsul Kurniawan

Pasal 1 ayat (1) UU No. 40/1999 tentang Pers menyebutkan tentang definisi pers:

Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

 Sementara pada Pasal 1 ayat (2) disebutkan: "Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi." 

Membaca kedua ketentuan dalam UU Pers tersebut maka posisi pers mahasiswa memang tak bisa sepenuhnya disebut sebagai badan usaha pers. Karena itu, payung eksistensial pers mahasiswa menurut saya tak bisa keluar dari badan hukum di kampus yang dianut atau organisasi mahasiswa yang mewadahinya.

Lepas dari persoalan eksistensial pers mahasiswa, saya melihat saat ini semestinya manajemen pers mahasiswa merupakan hasil transformasi sosial dan politik kehidupan pers mahasiswa; dari semula hanya berorientasi sekadar kekuatan pengontrol kebijakan kampus dan non-kampus yang otoritarian, atau dalam konteks HMI sebagai pengontrol organisasi, melebarkan sayapnya tidak hanya sebagai pengontrol kebijakan kampus atau organisasi menjadi kekuatan pembangkit kesadaran dan kebutuhan “publik pembacanya” terhadap aneka kepentingan publik itu sendiri.

Pers mahasiswa juga harus tahu selera pasar. Itulah juga sebabnya mengapa pers mahasiswa sekarang, perlu menata dirinya untuk mereorientasikan ke mana dirinya hendak melangkah lebih jauh. Maka langkah awal yang perlu dan harus dilakukan pengelola pers mahasiswa generasi sekarang adalah dengan melakukan review atau audit atas kebutuhan, keinginan, dan kepentingan para pembacanya terhadap kehadiran pers mahasiswa di masing-masing kampus. Pers mahasiswa karenanya tidak boleh berjarak dengan pembacanya.

Strategi yang bisa dipertanggungjawabkan adalah dengan membuat semacam riset apa saja keinginan dan kebutuhan pembaca tersebut. Biasanya ini tugas bagian “Penelitian dan Pengembangan (Litbang)” yang idealnya dimiliki di suatu lembaga pers mahasiswa. Tidak hanya mengurusi penelitian, Litbang juga harus mengagendakan diskusi rutin yang diikuti selurus pengurus internal lembaga pers mahasiswa.

Setelah ini, lalu dilakukan reformat atas produk pers mahasiswa. Dari mulai metode rekruitmen anggota baru, reposisioning konten dan format penerbitan, hingga reformasi di bidang manajemen administrasi dan pemasaran.

***

Bukan maksud saya hendak menggiring pers mahasiswa menjadi sepenuhnya berorientasi kepada pers umum komersial. Tapi itu penting mengingat reformasi manajemen pers mahasiswa menurut saya menjadi sangat urgen dewasa ini, yang mana menempatkan posisioning pers mahasiswa secara tepat.

Salah satu “persoalan manajerial” yang menonjol pada tubuh pers mahasiswa dari dulu yang saya amati (sejak saya masih mengelola lembaga pers mahasiswa) adalah sulitnya memperoleh kader-kader yang berkualitas. Pada awalnya, ketika melakukan rekruitmen, tersedia cukup banyak –bahkan kadangkala terlalu banyak—calon-calon pengurus pers mahasiswa. Namun seiring perkembangan waktu, jumlah mereka pun semakin menyusut. Inilah “hukum alam” dalam istilah saya dulu dan kawan-kawan. Acapkali tinggal beberapa orang saja dari generasi baru ini yang bertahan hingga puncak karier di kepengurusan pers mahasiswa.

Apa penyebabnya? Apakah pers mahasiswa sebenarnya telah kehilangan daya tariknya bagi sebagian mahasiswa? Ini seperti persoalan sederhana. Tapi memiliki efek yang besar bagi pengembangan artikulasi kehidupan pers mahasiswa di masa depan.

Semestinya, regenerasi para pengelola pers mahasiswa kini mulai dijadikan perhatian serius oleh pengelola sekarang, jika tak ingin pers mahasiswa bakal menjadi “fosil dinosaurus”, tinggal kenangan dalam jangka waktu tak terlalu lama lagi. Pengelola pers mahasiswa juga mesti bekerja keras menemukan minat setiap generasi baru pers mahasiswa itu, agar tidak semua kader diarahkan pada bidang redaksi, tapi masih cukup banyak yang tersisa untuk mengisi bidang-bidang lain yang tak kalah prestisius. Seperti bidang administrasi, bidang pelatihan dan pengembangan (litbang), serta bidang usaha (periklanan dan distribusi).

Dalam konstelasi pergerakan, pers mahasiswa seringkali menjadi satu kesatuan dari pergerakan mahasiswa. Nyaris setiap muncul momentum gerakan mahasiswa, elemen-elemen pers mahasiswa memberikan support yang penting. Melalui gagasan-gagasan yang disampaikannya, ia turut menggelorakan momentum pergerakan tersebut untuk turut bersama meraih satu tujuan tertentu.

Bagaimana seandainya momentum gerakan sedang tidak berkembang? Apa yang harus dilakukan pengurus pers mahasiswa untuk menjaga ritme dinamika organisasinya? Postur dan potret organisasi pers mahasiswa dalam hemat saya tidak memiliki standar yang baku. Setiap organisasi pers mahasiswa bisa mendesain struktur organisasinya sesuai kebutuhan di setiap kampus/ atau organisasi yang mewadahinya. Karakter setiap kampus/ organisasi akan menentukan corak dan struktur organisasi tersebut. Di kampus/ organisasi yang cenderung konservatif pemimpinnya, tentu akan memberikan ruang tumbuh yang berbeda dengan di kampus/organisasi yang pemimpinnya lebih bergaya progresif.

Satu hal yang menarik, model organisasi pers mahasiswa memungkinkan dikembangkannya sikap-sikap egalitarian dan menyuburkan sifat demokrasi di antara para pengelolanya. Sikap-sikap otoritarian tidak bisa menemukan ruang untuk hidup di dalam organisasi pers mahasiswa. Hanya saja, salah satu titik lemah organisasi pers mahasiswa adalah cara pengelolaannya yang acapkali terlalu bersifat paguyuban. Egalitarianisme tidak dengan serta merta mesti melarutkan gaya pengelolaan organisasi yang serius (untuk tidak menyebutnya dengan “profesional”). Hubungan yang terlalu cair diantara pengelola pers mahasiswa membuat hampir semua urusan bisa ditoleransi. Akibatnya, sejumlah program yang awalnya biasa dirancang, ternyata hanya berhenti di atas lembaran-lembaran kertas: “tak kunjung diterbitkan”.

***

Menilik pengalaman semacam ini, di masa mendatang organisasi pers mahasiswa saya kira menjadi miniatur organisasi pers komersial. Posisinya tetap masih menjanjikan. Mengapa demikian? Pasalnya, fakta membuktikan bahwa sampai hari ini pers mahasiswa masih menjadi sumber terbesar pemasok SDM industri pers. Termasuk saat terjadi pergeseran dari pers yang memproduksi tulisan-tulisan yang dicetak, ke tulisan-tulisan yang disebar secara online.*** 

No comments:

Mahasiswa dan Copy Paste Karya Tulis Ilmiah

  MENUMBUHKAN tradisi menulis  di kalangan mahasiswa bukanlah perkara gampang. Apalagi, belakangan muncul gaya hidup instant di kalangan mah...