Monday, March 11, 2024

Kelembagaan Pendidikan Islam: Perlu Berdamai dengan Tren Modernisasi Era Society 5.0

Oleh: Syamsul Kurniawan

Dari sisi kelembagaan, penting bagi lembaga pendidikan Islam bisa berdamai dengan tren modernisasi di era society 5.0. Bukan berarti, lembaga pendidikan Islam yang kerap dimaknai sebagai lembaga yang betanggung jawab terhadap upaya pengembangan potensi (fitrah) manusia, menuju terwujudnya manusia seutuhnya berdasarkan nilai-nilai luhur ajaran Islam, yaitu Al-Qur‘an dan Hadits,[1] lantas menjauhi modernisasi yang niscaya saat ini? Kecenderungan ini jelas memprihatinkan, mengingat mayoritas dari masyarakat di Indonesia memeluk Islam dan selayaknya lembaga-lembaga pendidikan Islam bisa maju serta berkembang lebih baik.

Di tengah-tengah masyarakat yang terus berkembang, lembaga pendidikan Islam bekerja dalam suatu sistem sosial. Sebab sistem sosial bertumbuh dan berkembang secara dinamis hingga di era society 5.0, maka menjadi kemestian bagi kelembagaan pendidikan Islam bisa turut menyesuaikannya. Jika saat ini sistem sosial masyarakat polanya telah bergeser dari tradisional ke modern, mestinya dari sisi kelembagaan pendidikan Islam pun demikian.[2] Harus dipahami, bahwa tren modernisasi ibarat suatu “kereta besar” yang terus melaju mengiringi tren perkembangan masyarakat menuju masa depannya. Maka siapapun yang tidak berada di kereta tersebut, dan berdiri menghadangnya akan dilindas. pengibaratan ini menunjukkan bahwa modernitas akan melindas apapun yang menghadangnya, dan kelembagaan pendidikan (termasuk: lembaga pendidikan Islam) yang tidak berdamai dengannya dipastikan akan ketinggalan zaman, dan perlahan-lahan akan ditinggalkan oleh pengguna jasanya.

Telah disinggung di atas, bagaimana tiga faktor yang menjadi alasan terjadinya pergeseran kelembagaan pendidikan Islam, dari sisi tradisional ke modern, yaitu: immanent change, selective contact change, dan directed contact. Ketiga faktor ini akan merubah sistem kelembagaan pendidikan Islam, yang berstruktur, meliputi komponen-komponen yang saling memberi pengaruh, yang fungsional masing-masing komponennya, dan secara bersama-sama juga fungsional terhadap kebutuhan sistem.[3] Untuk mewujudkannya jelas kita membutuhkan support system.

Kata “sistem” yang dimaksudkan di sini, berasal dari Bahasa Yunani yaitu “systema”, yang berarti cara atau strategi. Kata ini, yang dalam Bahasa Inggris “system”, bisa diartikan susunan, jaringan atau cara. Dengan kata lain, sistem modern bisa saja mengarah pada susunan, jaringan atau cara-cara yang modern. Maka definisi sistem seyogyanya mengarah pada susunan atau bagian yang saling beririsan satu dengan yang lain secara teratur antar komponennya secara keseluruhan, baik secara struktur atau fungsi.[4] Jika yang dimaksudkan di sini adalah modernisasi kelembagaan pendidikan Islam, maka sistem kelembagaan pendidikan Islam baik secara struktural maupun fungsinya akan sejalan dengan kebutuhan modernisasi tersebut, termasuk di era society 5.0 sebagaimana saat ini.

Adapun komponen dari kelembagaan pendidikan Islam yang mesti beririsan dengan kebutuhan kelembagaan modern yang dimaksud di sini: satu, dasar dan tujuan. Dasar adalah fondasi dan sumber di mana digalinya nilai-nilai pendidikan yang memuat nilai-nilai universal, sementara tujuan adalah apapun yang ingin dicapai dari kerja-kerja kelembagaan pendidikan. Kedua, masukan (input), yaitu peserta didik yang akan menjalani proses pendidikan, yang kelak akan menjadi tamatan (output). Ketiga, pendidik dan tenaga kependidikan, kurikulum pendidikan, administrasi pendidikan, prasarana dan sarana pendidikan, anggaran pendidikan, dan seterusnya, yang merupakan masukan instrumental (instrumental input) dan/ atau merupakan sumber daya pendidikan. Keempat, manusia (orang tua dan masyarakat), kondisi alam, ekonomi, sosial, politik, budaya, agama dan lain sebagainya, yang baik langsung atau tidak langsung ikut mempengaruhi proses dan hasil dari pendidikan.[5] Rasionalisasinya bisa dilihat pada gambar 1 di bawah ini:


Gambar 1. Kelembagaan Pendidikan Islam Sebagai Sistem yang Modern di Era Society 5.0

Berdasarkan gambar 1 di atas, maka bisa dijelaskan tentang support system kelembagaan pendidikan Islam untuk kebutuhan modernisasi sebagai berikut:

1.     Rumusan tujuan pendidikan Islam, yang digali dari fondasi dan sumber dasar ajaran agama Islam yaitu Al-Qur’an, Hadits, ijtihad, urf, dan seterusnya mestilah berdamai dengan modernisasi. Secara garis besar, tujuan ini bisa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tujuan akhir dan tujuan sementara. Tujuan akhir atau tujuan tertinggi kelembagaan pendidikan Islam sifatnya abstrak, idealis dan filosofis yaitu untuk mewujudkan manusia seutuhnya yang menghamba kepada Allah Swt (abdullah), dan di sisi lain mencetak profil khalifah di muka bumi (khalifah fi al-ard). Sementara tujuan sementara dari kelembagaan pendidikan Islam sifatnya empiris, realistik, dan pragmatik, yaitu beririsan dengan kebutuhan modernisasi sebagai tren zaman. Sehingga profil peserta didik yang menjadi keluaran dari lembaga pendidikan Islam, harusnya memiliki kapasitas pengetahuan (kognitif), nilai-nilai dan sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik) yang relevan dengan kebutuhan modernisasi di era society 5.0.

2.     Masukan (input peserta didik), yaitu individu-individu yang memiliki potensi dasar (fithrah) yang kemudian dikembangkan melalui proses yang dinamakan pendidikan. Masukan berupa peserta didik ini akan bertemu dengan pengalaman belajar di lembaga pendidikan yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan modernisasi di era society 5.0.

3.     Proses (transformasi) kelembagaan pendidikan Islam, yang meliputi kerja-kerja memindahkan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), memindahkan nilai-nilai (transfer of values) dan/atau internalisasi nilai-nilai (internalization of values) untuk menghasilkan keluaran (output) yang sejalan dengan kebutuhan modernisasi. Keseluruhan proses atau kerja-kerja dari komponen-komponen di lembaga pendidikan Islam selayaknya bisa berorientasi pencapaian tujuan (goal-attainment) yang modern. Selanjutnya proses tersebut akan terlaksana dengan baik, efisien, dan efektif manakala diberi support dari dua komponen lain yang juga penting dan saling berhubungan, yaitu: satu, instrumental input berupa pendidik dan tenaga kependidikan yang modern, kurikulum yang modern, prasarana dan sarana yang modern, serta anggaran yang mencukupi. Dua, environmental input, yaitu lingkungan yang mencakup apapun yang mempengaruhi eksistensi kelembagaan pendidikan Islam, apakah orang tua/ wali, masyarakat di sekitar lembaga pendidikan Islam berdiri yang dilihat dari kondisi sosial, ekonomi, politik dan budayanya yang bisa menerima modernisasi di era society 5.0.

4.     Keluaran (output) yaitu tamatan, yang diharapkan menjadi profil muslim yang modern, yang diharapkan sejalan dengan tujuan kelembagaan pendidikan Islam di era society 5.0.***



[1] A. Jamin, “Pendidikan Islam Sebagai Sebuah Sistem: Transformasi Input Menuju Output yang Berkarakter”, Jurnal Islamika, Volume 15 , Nomor 2 (2015), p. 173-186.

[2] Suriadi, “Analisis Filosofis Tentang Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem”, Ta’dib: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 6, Nomor 2 (2011), 299-307.

[3] U. Tirtarahardja dan L. Sula, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), p. 58.

[4] Made Pidarta, Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), p. 26. Tatang Saripudin, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), p. 84.

[5] U. Tirtarahardja dan L. Sula, Pengantar Pendidikan, p. 181.

No comments:

Mahasiswa dan Copy Paste Karya Tulis Ilmiah

  MENUMBUHKAN tradisi menulis  di kalangan mahasiswa bukanlah perkara gampang. Apalagi, belakangan muncul gaya hidup instant di kalangan mah...