Tuesday, March 28, 2023

Agama di Mata Geertz

Clifford Geertz
Oleh: Syamsul Kurniawan (Kaprodi Pendidikan Agama Islam, IAIN Pontianak)

Secara antropologis, agama beririsan dengan ide dan kepercayaan manusia tentang Tuhan dan konsekuensinya dengan bagaimana manusia tersebut merasakan dan berbuat sejalan dengan ide dan kepercayaan tersebut. Ide dan kepercayaan seputar ini, kemudian berimplikasi pada etos, sebagai sekumpulan aturan, nilai-nilai, kesadaran, sifat dan emosi, serta apapun yang berhubungan dengan estetika. Sehingga, bisa dikatakan soalan etos ini sangatlah kontekstual, bergantung dari di mana pemahaman terhadap suatu agama dibangun.

Adalah Clifford Geertz, seorang antropolog yang hasil penelitiannya seputar keberagamaan masyarakat yang banyak dirujuk. Geertz, yang lahir 23 Agustus 1926 dan wafat 30 Oktober 2006, dengan demikian meninggal di usia 80 tahun, yang menurut pengakuannya sendiri dari umurnya yang Panjang, 10 tahun lebih dihabiskannya untuk aktifitas penelitian lapangan di Jawa, Bali dan Maroko. Selanjutnya, 30 tahun dari umurnya ia gunakan untuk menulis dan mendesiminasikan hasil-hasil penelitian antropologisnya seputar keberagamaan di sana. Niatannya sebagai antropolog hanya untuk menyampaikan pesan-pesan penting studi kebudayaan pada orang lain. 

Geertz belajar disiplin keilmuan antropologi di Universitas Harvard, tepatnya pada Departement of Social Relations yang didirikan oleh Clyde Kluckhon bersama beberapa tokoh lainnya. Geertz menulis disertasinya di bawah bimbingan Cora DuBuois, tentang keberagamaan di Jawa pada tahun 1952, dan menyelesaikan disertasi dan studi Doktoralnya pada 1956 dengan disertasi yang diterbitkan dalam judul The Religion of Java.

Geertz terkenal dan popular di Indonesia karena penelitian antropologis yang dilakukannya tentang masyarakat di Jawa dan Bali. Penelitian antropologisnya seputar masyarakat di Jawa dan Bali ini menghasilkan beberapa buku penting, yang mana pokok kajiannya meliputi politik aliran (abangan, santri, priyayi), keberagamaan di Jawa, watak perkotaan di Jawa sebagai hollow town dan bukannya solid town, perbandingan keberislaman di Indonesia dan Islam Maroko (antara the scope religion dan the force religion), perbandingan antara etos dan praktik perdagangan di Jawa dan Bali (antara individualisme pasar dan rasionalisme ekonomi di pihak lain), politik klasik di Bali yang dirumuskannya sebagai theatre state serta apa yang ditinggalkan oleh Hinduisme dalam praktik keagamaan di Jawa dan Bali. Bahasan karya-karya Geertz itulah yang menurut penulis membuat beliau penting di Indonesia.

***

Dalam bukunya, Islam Observed, Geertz menjelaskan secara panjang lebar tentang etos, perbedaan nilai dan perasaan-perasaan yang muncul dalam kedua kebudayaan yang berbeda, yaitu pemeluk agama di Maroko yang sangat aktif dan agresif dengan pemeluk agama di Indonesia yang pasif dan dinamis. Geertz mendiskusikan perayaan Rangda dan Barong di Bali dari sudut pandangnya sebagai antropolog. Pada saat itu pula, Geertz dengan panjang lebar mendiskusikan tentang etos masyarakat Bali yang umumnya memeluk Hindu, yang mana etos tersebut menurutnya mengkombinasikan antara perasaan yang dipenuhi oleh horor dan kegembiraan, penuh rasa takut sekaligus komedi yang menggelikan selama perayaan berlangsung.

Geertz memang banyak berperan dalam mengisi teori-teori antropologi yang berdasarkan pada hasil-hal penelitian antropologisnya di lapangan. Geertz mempunyai pandangan bahwa kumpulan pemikiran subjektif dari orang-orang dapat dibangun untuk memperoleh keseluruhan pemahaman pada sebuah objek yang sedang diteliti, termasuk keberagamaan. Geertz berkeyakinan bahwa pengalaman atau ekspresi keagamaan sejatinya muncul dari kemampuan seseorang dalam membangun ekspresi mereka tentang Tuhan dan ajaran-ajaran agamanya, yang disebut Geertz sebagai sistem simbol.

Seperangkat simbol keagamaan ini tidak hanya menyediakan “model untuk” (model for) dunia yaitu petunjuk untuk hidup di dalam ajaran agama, tetapi juga “model dari” (model of) dunia yaitu suatu penjelasan agama tentang tatanan yang tampak berurat-berakar dalam struktur alam semesta. Jadi bagi Geertz, agama bagi pemeluknya mengekspresikan dan membentuk dunia di mana manusia hidup di tempat yang berbeda-beda, dengan cara yang fundamental dan ultim. Memakai pengertian agama semacam ini, seorang antropolog dapat mendekati situasi apapun dalam bahasanya sendiri. Perubahan dalam mode of thought keagamaan, yang dikedepankan Geertz menurut Marilyn dapat dijelaskan oleh semua perubahan kultur dan material yang lebih luas sehingga dapat mempengaruhi kontruksi sosial keberagamaan sebagai sistim simbol.

***

Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, melalui pemikiran Geertz ini, dengan demikian juga bagian dari sistim simbol. Maksudnya, dalam usaha menerjemahkan Islam dalam konteks sosial-politik di masa hidupnya, Nabi tentu banyak menghadapi keterbatasan. Nabi Muhammad SAW memang berhasil menerjemahkan cita-cita sosial dan spiritual Islam di masa hidupnya, tapi Islam sebagaimana diwujudkan di sana adalah Islam historis, partikular dan kontekstual. Kebutuhan akan Islam saat ini tentu saja berbeda dengan kebutuhan akan Islam pada saat agama ini muncul.

Maka sebagai muslim di Indonesia kita harus menyadarinya, dan harus berani berijtihad mencari formula baru dalam menerjemahkan nilai-nilai itu dalam konteks kehidupan mereka sendiri. Islam di tempat kelahirannya Arab, adalah salah satu kemungkinan menerjemahkan Islam yang universal di muka bumi. Pada konteks ini Islam di Indonesia semestinya dapat dipahami secara moderat, dalam pengertian tidak diperlakukan sebagai pemahaman yang beku, namun cair dan dinamis. Sehingga, ada kemungkinan menerjemahkan Islam dengan cara yang lain, dalam konteks yang lain pula. Islam di tempat kelahirannya Arab adalah one among others, salah satu jenis Islam yang hadir di muka bumi. Bukankah demikian?***

 

 

No comments:

Mahasiswa dan Copy Paste Karya Tulis Ilmiah

  MENUMBUHKAN tradisi menulis  di kalangan mahasiswa bukanlah perkara gampang. Apalagi, belakangan muncul gaya hidup instant di kalangan mah...