Sunday, March 19, 2023

Model Pendidikan Multikultural Bagi Madrasah

Oleh: Syamsul Kurniawan (Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam, IAIN Pontianak) 

PADA Qs al-Hujurat/49: 13, Allah Swt menekankan pentingnya umat Islam memiliki kesadaran multikultural, sehingga ia tidak merasa hidup sendirian di menara gading. Dalam Qs al-Hujurat/49: 13, Allah Swt menginformasikan tentang maksudnya menciptakan manusia dalam jenis kelamin laki-laki dan perempuan, berbeda bangsa dan suku, dan termasuk budayanya, adalah untuk saling kenal-mengenal dan/atau dengan kata lain saling memahami antar satu dengan yang lain.

Hal ini bisa kita mafhumi, bahwa dengan saling memahami antar satu dengan yang lain, akan terwujud kehidupan yang harmonis. Sebaliknya, tanpa kesediaan untuk saling memahami antara satu dengan yang lain, umat Islam yang hidup di tengah-tengah kondisi multikultural tersebut rentan terhadap konflik kekerasan. Hal ini karena konflik muncul, seringnya dari situasi ekslusifitas, intoleransi, siap merasa benar sendiri, bereaksi secara berlebihan dalam merespon persoalan, dan termasuk mengedepankan kekerasan dalam mengatasi persoalan yang ada. Maka, sebisa mungkin kecenderungan ke arah yang demikian ini bisa diminimalkan (Muzakkir, 2018, hlm. 96)

Dalam konteks masyarakat Indonesia, kondisinya sangat multikultural, terutama dari suku dan budaya yang dimilikinya, walaupun mayoritasnya berdasarkan perhitungan statistik memeluk ajaran agama Islam. Kondisi yang sangat multikultural ini jika tidak berhasil dikelola dengan baik, seperti yang telah disinggung, jelas rentan memicu konflik. Konflik seyogyanya adalah sesuatu yang alamiah. Hanya saja, konflik menjadi masalah serius manakala ia berlangsung kontraproduktif dan mengarah pada kekerasan dan bahkan anarkis. Kasus konflik kekerasan di Ambon, Poso, Sanggau Ledo, Sambas, Sampit, dan lain-lain pada akhir 1990-an dan jelang tahun 2000-an, adalah contoh bahwa bangsa ini rentan terhadap konflik kekerasan dan bahkan anarkis, dan sekaligus menyiratkan pentingnya pendidikan multikultural.(Mahfud, 2008, hlm. xix)

Pendidikan multikultural, mestinya bisa dibangun dari potensi-potensi budaya Indonesia yang banyak, dalam pengertian memberi tempat dan hak bagi budaya-budaya tersebut dalam pendidikan untuk berkembang, diwariskan, dan dikomunikasikan kepada peserta didik. Harapannya, pada peserta didik muncul kesadaran multikultural, yang mana dengan terbitnya kesadaran tersebut, antar budaya bisa saling berinteraksi, saling melengkapi dan mengisi satu dengan yang lain. Unsur-unsur dari kebudayaan lokal yang berbeda-beda ini, oleh agen-agen terdidik dari hasil pendidikan multikultural akan merawatnya sehingga menjadi kebudayaan nasional dan memperkayanya. (Muzakkir, 2018, hlm. 97–98)

Menimbang kondisi pendidikan di tanah air saat ini yang kurang mengadaptasikan kebutuhan multikulturalisme, maka pembaruan model pendidikan jelas menjadi sangat penting. Dengan pembaruan model pendidikan, pendidikan lebih adaptif dalam mengatasi persoalan-persoalan kekinian dan sejalan dengan kebutuhan masyarakat. Tujuan pendidikan pun dengan demikian bisa dibuat beririsan dengan kebutuhan tersebut. Demikian pula pembaruan pendidikan ke arah model pendidikan multikultural, diharapkan mampu untuk mengatasi persoalan-persoalan kekinian dan sejalan dengan kebutuhan masyarakat, termasuk salah satunya dalam meredam konflik. Sebab ada keyakinan bahwa melalui model pendidikan multikultural, membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku peserta didik sehingga lebih inklusif terhadap kondisi masyarakatnya yang multikultural.(Muzakkir, 2018, hlm. 102)

 

Peluangnya di Madrasah

Dalam konteks madrasah sebagai wadah tempat di mana multikulturalisme disosialisasikan kepada peserta didik, yang tentunya mesti sejalan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam, sumber ajarannya mesti dari ayat-ayat Al-Qur‘an, Hadits, dan tafsiran-tafsiran ulama. Namun, tugas mensosialisasikan multikulturalisme ini pada peserta didik, selayaknya tidak bisa dilimpahkan begitu saja kepada guru mata pelajaran tertentu, melainkan pada semua guru yang ada di madrasah tanpa terkecuali, dalam pengertian nilai-nilai dari multikulturalisme bisa terintegrasi dan terinterkoneksikan pada mata pelajaran apapun yang diberikan kepada peserta didik. Kecuali itu, juga penting guru-guru mengajak peserta didik mendiskusikan isu-isu seputar multikulturalisme, dan menjadi teladan dalam bersikap yang sejalan dengan multikulturalisme. Maka, selayaknya guru tidak lagi menunjukkan sikap yang tidak memerdekakan peserta didik, seperti dengan menunjukkan sikap menghargai gagasan peserta didik dan mengapresiasi kreatifitas apapun yang selama itu baik dari mereka.

Menurut Muzakkir (2018: 105) guru-guru perlu memerdekakan peserta didik, mengapresiasi gagasan dan kreatifitas mereka yang baik, sehingga mereka merasa dihargai dan diperlakukan sebagai sosok yang amat dibutuhkan saat mereka menempuh pendidikan. Guru-guru penting sekali memberikan penguatan agar pengalaman belajar yang mereka peroleh bisa dikonstruksi sejalan dengan kebutuhan multikultural.

Hakikatnya, model pendidikan multikultural adalah model pendidikan yang mengakui dan menghargai keragaman. Kaitannya dengan ini, ada dua prinsip yang mesti diperhatikan dalam memperbarui model pendidikan ke arah modelnya yang multikultural: pertama, adanya dialog dalam prosesnya. Mustahil pendidikan multikultural diberikan, sementara dalam prosesnya tidak ada sama sekali dialog. Dengan dialog, maka peserta didik belajar untuk menerima perbedaan, mengakui serta memahaminya, dan bahkan berbagi perbedaan dengan sesamanya. Kedua, Toleransi. Toleransi adalah sikap mengakui dan menerima perbedaan yang ada. Baik dialog dan toleransi ini, kedua prinsip ini mesti ada pada model pendidikan multikultural. Bila dialog itu bentuknya, maka toleransi adalah isinya. Toleransi jelas diperlukan tidak saja pada ranah konseptual-teoritis, tetapi juga mesti teknis operasional-praktis. Kecenderungan inilah yang sering diabaikan dalam sistem pendidikan nasional kita di lembaga-lembaga pendidikan, termasuk pula di madrasah.(Syafiq A Mughni dalam: Mahfud, 2008, hlm. xiv)

Tentu saja ini gampang-gampang susah bagi madrasah, sebab ini berarti madrasah mesti mengorientasikan program apapun untuk kebutuhan multikulturalisme yang tidak mengesampingkan prinsip dialog dan toleransi dalam pengimplementasiannya. Berdasarkan prinsip ini, setidaknya ada lima karakteristik yang akan ada dari modelnya: pertama, belajar hidup dalam perbedaan; kedua, membangun tiga aspek mutual (mutual trust, mutual understanding, dan mutual respect); ketiga, terbuka dalam berpikir; keempat, adanya apresiasi dan interdependensi; dan kelima, adanya pengalaman belajar seputar resolusi konflik dan rekonsiliasi nirkekerasan.(Muzakkir, 2018, hlm. 107–109).

Kesadaran multikultural jelas merupakan bekal penting bagi peserta didik yang belajar di madrasah, agar mereka menghargai perbedaan, mengapresiasi perbedaan tersebut dengan tulus, bersikap dan berperilaku komunikatif dan terbuka dengan sesamanya, dan tidak saling curiga. Model pendidikan multikultural di madrasah, juga selayaknya mengajarkan peserta didik menampilkan wajah agama yang moderat dan ramah. Sehingga dalam konteks mereka sebagai pemeluk Islam, mereka menghargai kemajemukan dan menjalin kebersamaan.(Ali, 2008, hlm. 99–100)

Terakhir, model pendidikan multikultural perlu terimplementasikan di madrasah, apalagi mengingat posisi madrasah yang sama pentingnya dengan sekolah dalam sistem pendidikan nasional. Model ini mesti dilihat sebagai bagian dari ikhtiar untuk meminimalkan konflik kekerasan di tengah-tengah kita di masa-masa mendatang. Sebab, walaupun hasilnya tidak instan, tetapi model pendidikan multikultural sangat menjanjikan untuk mengatasi masalah tersebut. Seperti telah penulis singgung di muka, bangsa ini memiliki memori konflik berdarah-darah di masa lalu yang berlatarbelakang masalah etnis dan agama. Singkat kata, penulis ingin mengaris bawahi, bahwa konflik serupa bisa saja berulang, jika kesadaran multikultural ini luput dibangun di lembaga-lembaga pendidikan kita, termasuk madrasah.***

 

Bahan Bacaan

Ali, M. (2008). Teologi Pluralis-Multikultural: Menghargai Kemajemukan Menjalin Kebersamaan. Kompas.

Mahfud, C. (2008). Pendidikan Multikultural. Pustaka Pelajar.

Muzakkir. (2018). Perspektif Islam Tentang Pendidikan Multikultural. Inspiratif Pendidikan, 7(1), 96–112. https://doi.org/10.24252/ip.v7i1.4937

No comments:

Mahasiswa dan Copy Paste Karya Tulis Ilmiah

  MENUMBUHKAN tradisi menulis  di kalangan mahasiswa bukanlah perkara gampang. Apalagi, belakangan muncul gaya hidup instant di kalangan mah...