Saturday, December 26, 2020

Panoptikon

Oleh: Syamsul Kurniawan

PADA abad ke-17 dan 18, disiplin adalah sarana untuk mendidik tubuh. Rupanya tiga abad setelah ini, kecenderungan masih sama. Praktik disiplin diharapkan melahirkan tubuh-tubuh yang patuh. Hal ini tidak hanya terjadi di penjara, tetapi juga dalam bidang pendidikan, tempat kerja, militer dan sebagainya. Masyarakat selanjutnya berkembang menurut disiplin militer. Michel Foucault beranggapan bahwa di era monarkial tiap proses penghukuman kriminal baru dianggap serius apabila telah melibatkan elemen penyiksaan tubuh dalam pelaksanaannya.

Di masa pandemi covid-19 ini, bagi mereka yang terjaring tidak mengenakan masker oleh aparat misalnya, mendapatkan berbagai bentuk hukuman untuk memberikan efek jera. Kecuali denda, beberapa tempat memberikan hukuman fisik seperti disuruh push-up, lari keliling lapangan beberapa putaran, dan lain-lain. Penerapan hukuman fisik dalam konteks memberikan efek jera di masa covid-19 ini sangat relevan dengan asumsi Foucault dalam konteks ini.

Pelaksanaan disiplin amat berhubungan dengan kuasa yang mengontrol. Foucault menguraikan bahwa fenomena disiplin tubuh selalu dikontrol oleh dua instrumen disiplin yang diterapkan dari disiplin militer dalam masyarakat. Pertama, melalui observasi hirarkis atau kemampuan aparatus untuk mengawasi semua yang berada di bawahnya dengan satu kriteria tunggal. Adanya smartphone dengan berbagai kecanggihan fiturnya, sangat memungkinkan berbagai bentuk pelanggaran diabadikan oleh siapapun dan menjadi jejak digital. Dan, adanya social media, membuat semua bentuk pelanggaran tersebut bisa dengan mudah dibagikan dan diketahui siapa saja.

Memincam teori Foucault tentang panopticon, maka bagi aparat keberadaan fitur-fitur smartphone ini semacam panopticon yang membuat proses penjaringan mereka yang tersalah berlangsung mudah. Berbagai bentuk kerumunan yang tidak dibolehkan di saat pandemi, apalagi tertangkap kamera mereka (yang berkerumun) tidak bermasker atau jaga jarak di tengah pandemi, semakin mudah dibuktikan oleh karena ada jejak digitalnya.

Konon, panopticon yang terungkap dalam teori Foucoault ini terinspirasi dari penjara-penjara yang memiliki menara pengawas untuk mengawasi para tawanan. Dengan adanya panopticon ini kekuasaan sipir menjadi sangat besar sebab para tawanan berusaha menahan diri mereka sendiri. Mereka takut dipantau. Kehadiran struktur itu sendiri sudah merupakan satu mekanisme kekuasaan dan disiplin yang luar biasa. Sekarangpun begitu, smartphone memungkinkan fungsi panopticon berada di tengah-tengah kita.

Instrumen kedua adalah menormalkan penilaian moral dan menghukum para pelanggar moral. Dalam hal ini kekurangan disamakan dengan kejahatan. Selain dipenjarakan, orang-orang yang menyimpang dipertontonkan. Maksudnya adalah menunjukkan kepada masyarakat betapa dekatnya manusia dengan binatang, dan manusia lain akan diperlakukan secara yang sama apabila mereka keluar dari batas-batas yang dipandang waras oleh masyarakat. Dalam keseluruhan penanganan atas penyimpangan-penyimpangan ini, psikiater atau aparat sebenarnya tidak berperan sebagai ilmuwan, tetapi sebagai kekuasaan yang mengadili. Bahkan, dengan adanya smartphone dengan fitur social medianya, kekuasaan yang mengadili itu bahkan menjadi luas lagi berada di kuasa mereka yang bersocial media.

Namun, sebagaimana Foucault membayangkan menara pengawas dalam panoptisme selain dioperasikan oleh petugas, dapat dipergunakan oleh banyak individu dengan pelbagai kepentingan, begitupula smartphone yang mengabadikan kesalahan-kesalahan dari para pelanggar aturan di tengah pandemi ini, tidaklah pernah berlangsung netral. Dalam panoptisme inilah Foucault memperlihatkan adanya kekuasaan yang teselubung. Seperti mereka yang mengabadikan kesalahan-kesalahan dari para pelanggar aturan di tengah pandemi ini, dengan kamera smartphone dan kemudian jejak digitalnya dibagikan di grup-grup social media. Konsekuensinya, kesalahan-kesalahan itu dipertontonkan, dikomentari dan bahkan dibully.*** 

No comments:

Mahasiswa dan Copy Paste Karya Tulis Ilmiah

  MENUMBUHKAN tradisi menulis  di kalangan mahasiswa bukanlah perkara gampang. Apalagi, belakangan muncul gaya hidup instant di kalangan mah...